Pemilikan Atau Penguasaan Tanah secara Absentee Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian
Abstract
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak mengizinkan kepemilikan
tanah secara absentee, dengan alasan pokok untuk kepentingan sosial dan
perlindungan atas tanah tersebut, karena dikhawatirkan tanah tersebut berpotensi
menjadi tanah terlantar, tidak dipelihara, tidak diolah, atau menjadi tanah yang
tidak produktif karena pemiliknya tidak bertempat tinggal di lokasi yang sama
dengan tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224
tahun 1961 yang melarang pemilikan tanah pertanian secara absentee. Ketentuan
ini melarang pemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar
kecamatan. Secara hukum permasalahan mengenai tanah absentee ini terdapat
pada efektivitas dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
program landreform itu sendiri, yaitu terkait tanah absentee. Adanya sikap kurang
tegas dan tindakan yang pasti dari kantor pertanahan juga dapat memicu adanya
masalah tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukannya peran
penegak hukum yaitu kantor pertanahan dalam pelaksana kebijakan-kebijakan
pertanahan yang telah dibuat untuk mensosialisasikan aturan-aturan yang ada
mengenai larangan pemilikan dan penguasaan tanah pertanian secara absentee
kepada seluruh lapisan masyarakat demi mendukung terealisasinya program
landreform di Indonesia.
Terkait demikian, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut yaitu, apa yang menjadi dasar pertimbangan pengaturan larangan
pemilikan atau penguasaan tanah absentee dan bagaimana peran Kantor
Pertanahan dalam mengawasi pemilikan atau penguasaan tanah absentee.
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini
meliputi tipe penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendeketana
konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pembahasan dalam skripsi ini yaitu yang pertama, menganalisa terkait
dasar-dasar pertimbangan pengaturan pemilikan atau penguasaan tanah absentee,
dijelaskan pula tentang faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya tanah
absentee. Pembahasan yang kedua, yaitu memaparkan tentang peran Kantor
Pertanahan dalam mengawasi pemilikan atau penguasaan tanah absentee yang
meliputi tugas dan fungsi Kantor Pertanahan. Kesimpulan dalam skripsi ini
sebagai berikut. Pertama, beberapa hal yang dapat menjadi dasar-dasar
pertimbangan dalam pengaturan pemilikan tanah absentee ini. Dari segi
pertimbangan hukum dan non hukum. Kedua, peran Kantor Pertanahan terkait
dengan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee ini adalah penertiban
administrasi yaitu dengan melakukan pengawasan serta penertiban hukum yaitu
dengan melakukan penyuluhan hukum.
Saran yang dapat penulis berikan dalam skripsi ini adalah Pertama, perlu
ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat saat ini. Karena mengingat Dalam hal ini perlu dipertimbangkan
kembali mengenai jarak antara domisili pemilik tanah dan letak tanah mengingat
kemajuan di bidang teknologi transportasi, jarak antar kecamatan sudah tidak
menjadikan suatu hambatan terhadap efektifitas dan produktivitas secara optimal
tanah pertanian untuk dapat diolah. Kedua, perlu adanya kerja sama yang baik dan
terpadu antara Kantor Pertanahan dan instansi yang terkait dalam upaya mengatasi
pemilikan tanah pertanian secara absentee.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]
Related items
Showing items related by title, author, creator and subject.
-
Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lainnya. Peralihan tersebut bisa disengaja oleh karena adanya perbuatan hukum seperti jual beli. Sebelum berlakunya UUPA jual beli tanah dilakukan berdasarkan hukum adat dan hukum Eropa atau terkenal dengan sistem dualisme hukum. Dalam hukum tanah pada jaman Hindia Belanda mengakibatkan timbulnya dua penggolongan tanah. Ada tanah dengan hak-hak barat seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal yang disebut dengan tanah-tanah hak barat yang tunduk pada KUHPerdata dan tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat yang tunduk pada hukum tanah adat. Dualisme hukum itu berdampak pada beberapa kasus salah satunya kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa di Pengadilan Negeri Gresik Nomor 19/Pdt.G/2000/PN.Gs. Para Penggugat sebagai ahli waris dari Mi’an P. Misran merasa belum pernah menjual harta waris yang diperoleh dari Mi’an P. Misran kepada siapapun. Tetapi PT. Bumi Lingga Pertiwi telah membeli tanah dari Tergugat III yaitu Amenan alias H.Said Objek sengketa tersebut selama ini masih belum didaftarkan sehingga belum bersertifikat. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa lebih lanjut beberapa permasalahan dalam bentuk skripsi dengan judul: “ANALISIS TENTANG JUAL BELI TANAH SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 YANG TANPA PERSETUJUAN DARI PARA AHLI WARIS (STUDI TERHADAP PUTUSAN NO.19/Pdt.G/2000/PN.GS)”.
Anton Pujanang (2014-01-23)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode kritis dan tipe serangan hama wereng batang coklat yang dilaksanakan di Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, dilaksanakan yaitu dalam bulan April 2011 sampai dengan bulan ... -
TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DI KANTOR NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH KABUPATEN JEMBER
ANDRIANI, Sofi (2015-11-24)Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli dapat digolongkan menjadi 2 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yaitu Pejabat Pembuat Akta ... -
PROSEDUR PERALIHAN TANAH BEKAS HAK ERFPACHT MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH PERKEBUNAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 (Studi Kasus Tanah Ketajek Kecamatan Panti Kabupaten Jember)
IKHSANTO, Imam (2015-11-26)Tuntutan pemberian Hak Milik atas tanah terhadap tanah-tanah bekas Hak Erfpacht yang sekarang menurut UUPA berubah menjadi HGU melalui tindakan penguasaan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan jawaban dari kebutuhan ...