Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Kekerasan Fisik dalam Rumah Tangga (Putusan Nomor 67/Pid.sus/2019/PN.Psr)
Abstract
Tindak pidana dalam rumah tangga berupa kekerasan dalam rumah tangga
yang sering terjadi di dalam ruang lingkup masyarakat khususnya terhadap kaum
perempuan dan anak biasanya dilakukan oleh seorang suami sekaligus seorang
ayah yang seharusnya wajib memberikan kehidupan, perlindungan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut bukannya malah memberikan
kesengsaraan dan luka secara fisik maupun mental bagi istri dan anaknya. Hal ini
tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, salah satu tindak pidana Kekerasan Rumah
Tangga terjadi di Kota Pasuruan yang dilakukan oleh terdakwa dan diputus oleh
Pengadilan Negeri Pasuruan dengan Nomor : 67/Pid.Sus/2019/PN.Psr.
Permasalahan yang dibahas adalah : (1) apakah pertimbangan hakim dalam
Putusan Nomor 67/Pid.sus/2019/PN.Psr sesuai dengan perbuatan terdakwa
melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga? (2) apakah penjatuhan pidana
oleh hakim dalam Putusan Nomor 67/Pid.Sus/2019/PN.Psr sudah sesuai dengan
prespektif perlindungan saksi dan korban?. Tujuan dari penelitian ini antara lain
(1) untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor
67/Pid.sus/2019/PN.Psr terdakwa melakukan kekerasan dalam rumah tangga
sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, (2) untuk
menganalisis penjatuhan pidana oleh hakim dalam Putusan Nomor:
67/Pid.sus/2019/PN.Psr sudah sesuai dengan prespektif perlindungan saksi dan
korban.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian
yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Guna memecahkan permasalahan yang ada maka penulis menggunakan bahan hukum primer dan sekunder dengan
menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian permasalahan pertama adalah pertimbangan hakim
menyatakan bahwa perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana
kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan terhadap istri dan anaknya sendiri sudah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan yaitu unsur
setiap orang, unsur melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan
unsur mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, walaupun
terdakwa dan istrinya sedang tidak dalam kondisi yang baik ataupun cekcok
dalam rumah tangganya tidak dibenarkan terdakwa melakukan tindakan kekerasan
terhadap istrinya dan anaknya dengan melakukan penusukkan menggunakan pisau
yang mengakibatkan korban mendapatkan luka tusuk di beberapa anggota
tubuhnya, sang istri mendapatkan luka tusuk sebanyak 3 kali pada bagian tubuh
punggung, dada dan perut terlebih lagi terdakwa juga menusuk anaknya yang
masih berusia 9 (sembilan) tahun dengan tusukkan sebanyak 2 kali pada bagian
pinggang dan perut. Kedua, penjatuhan pidana terdakwa kurang sesuai dengan
tujuan pemidanaan, karena dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 44 ayat 1 (satu) dan ayat 2
(dua) yang menyatakan, (1) setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan
fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000, (lima belas juta rupiah), (2) dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
Saran dari penulis adalah (1) dalam mempertimbangkan sebuah dakwaan
Majelis Hakim terlebih dahulu harus menelaah wujud penyertaan yang dilakukan
oleh terdakwa apakah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa, terutama
dalam Putusan Nomor 67/Pid.Sus/2019/PN.Psr menjatuhkan pidana penjara
selama 2 tahun. (2) seharusnya hakim lebih teliti dalam mencermati fakta yang
terungkap di persidangan, sehingga hakim dalam memutus suatu perkara seperti
kasus dalam pembahasan terkesan lebih tidak memperjuangkan korban karena
dalam hukum pidana kepentingan korban diwakili oleh negara dalam hal ini
hakim lah sebagai wakil negara untuk melindungi hak-hak korban
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]