Show simple item record

dc.contributor.authorWIBOWO, Sulistyo Wiro
dc.date.accessioned2022-04-06T05:36:49Z
dc.date.available2022-04-06T05:36:49Z
dc.date.issued2021-12-07
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/106178
dc.description.abstractAsean yang merupakan organisasi internasional yang beranggotakan negaranegara di kawasan Asia tenggara dan dibentuk melalui Bangkok Declaration pada tanggal 8 Agustus 1967. Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya diantara negara-negara anggotanya. Terutama menciptakan kawasan Asia Tenggara dalam suasana persahabatan, kemakmuran, kedamaian. Dan yang lebih penting lagi Asean menegaskan bahwa dirinya sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi. Hal ini sesuai dengan isi Dekalarasi Bangkok yang telah ditandatangani oleh lima negara pendiri Asean dan juga tercantum dalam Asean Charter pasal 1 ayat (4) yang isinya adalah menjamin bahwa rakyat dan Negara-negara anggota Asean hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis. ASEAN Way merupakan cara ASEAN dalam menanggapi dan menyikapi isu di kawasan. ASEAN way menekankan prinsip non-intervensi yang menghormati kedaulatan negara lain serta menggunakan pendekatan konsultasi dan konsensus dalam interaksi penyelesaian isu di kawasan daripada penggunaan cara-cara konfrontasi/ kekerasan. Cara ini memag bisa dikatakan sebagai cara yang “baik” untuk menyelesaikan masalah namun tidak cukup tegas dan cepat dalam menangani suatu permasalahan seperti krisis kemanusiaan terhadap Etnis Rohingya. Rohingya adalah salah satu etnis di Myanmar yang mendiami kota di utara negara bagian Rakhine yang juga dikenal dengan nama Arakan sejak abad ke-7 Masehi. Meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad, Pemerintah Myanmar menyebut mereka sebagai “Bengali” atau imigran ilegal dari Bangladesh. Munculnya sebuah peraturan baru yang sangat diskriminatif terhadap kelompok minoritas, terutama Rohingya, yaitu Burma Citizenship Law tahun 1982 yang secara resmi menghapus Rohingya dari daftar delapan etnis utama dan dari 135 etnis kecil lainnya di Myanmar, menjadi cikal bakal terjadinya rentetan sebuah peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan diskriminasi lainnya yang dialami oleh Muslim Rohingya hingga sekarang. Sekaligus menyebabkan munculnya gelombang pengungsi dari Myanmar menuju negara tetangga untuk mencari perlindungan. Berdasarkan berita dari BBC News Indonesia pada tanggal 7 september 2020, tidak sedikit pengungsi Rohingya berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan beberapa telah meninggal dunia. Dari pantauan UNHCR di lapangan, dari 297 pengungsi yang mendarat di Aceh, sekitar 183 adalah anak-anak. Angka ini tentu bisa lebih banyak dari itu, Peristiwa ini mengharuskan ASEAN untuk bersikap dan melakukan sesuatu karena hal ini bertentangan dengan tujuan awal ASEAN didirikan dan juga untuk melaksanakan tujuan yang telah tercantum di piagam ASEAN dimana seluruh masyarakat ASEAN berhak untuk mendapatkan kehidupan yang harmonis. ASEAN wajib untuk melakukan sesuatu juga dikarenakan etnis Rohingya ini juga merupakan masyarakat ASEAN itu sendiri. Namun dengan berjalannya waktu dari tahun 2012 hingga sekarang konflik ini berlangsung, ASEAN seperti tidak melakukan banyak hal untuk menyelesaikan permasalahan ini. Prinsip Asean Way yaitu prinsip non-interfensi, non-kekerasan dan penolakan campur tangan dari negara lain dalam proses penyelesaian konflik di Asia Tenggara seringkali menjadi penyebab berlarutlarut nya konflik yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah yuridis normatif serta pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Sehingga dalam penelitian ini menemukan suatu permasalahan yang akan dibahas diantaranya: Pertama, apa latar belakang terjadinya konflik Rohingya?, dan Kedua, Bagaimana prosedur hukum regional dalam penyelesaian konflik Rohingya?. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan non hukum yang berkaitan dengan kasus yang diteliti. Hasil penelitian yang diperoleh penulis dapat menjelaskan bahwa adanya perlakuan diskriminatif dari pemerintah Myanmar terhadap kelompok minoritas Rohingya muncul ketika dikeluarkannya Burma Citizenship Law 1982 yang secara resmi tidak mengakui etnis Rohingya sebagai salah satu etnis di Myanmar. Kondisi Ini menjadi cikal bakal berbagai tindakan diskriminatif yang dilakukan pemerintah Myanmar selama bertahun-tahun bahkan hingga sekarang. Berbagai cara telah dilakukan oleh ASEAN untuk mengatasi konflik Rohingya. Namun, situasi di Rakhine tetap tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa kelemahan yang ada dalam diri ASEAN yang menghambat organisasi ini dalam upaya penyelesaian konflik Rohingya. Asean Way sebagai salah satu nilai yang dianut oleh negara-negara ASEAN yang mengharuskan adanya sebuah konsultasi dan konsensus dalam pengambilan keputusan. Selain itu, prinsip non-intervensi dibawah Asean Way yang dijunjung tinggi oleh negara-negara ASEAN sering menjadi penyebab berlarut-larutnya konflik yang terjadi khususnya konflik Rohingya.en_US
dc.description.sponsorshipGautama Budi Arundhati, S.H., LL.M (Pembimbing I) Al Khanif, S.H., LL.M., Ph.D. (Pembimbing II)en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectASEANen_US
dc.subjectMasalah Rohingyaen_US
dc.titleAsean dan Mekanisme Penanganan Masalah Rohingyaen_US
dc.title.alternativeAsean and The Mechanism of Rohingya Resolving Issuesen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record