Tanggungjawab Hukum Penyedia Jasa Wahana Bermain Yang Merugikan Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Abstract
Skripsi ini memiki dua tujuan penulisan yaitu tujuan umum dan dan tujuan
khusus; manfaat penelitian; serta metode yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini yaitu metode penelitian hukum yuridis normatif (legal research). Untuk
pendekatan masalahnya, penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan konseptual. Skripsi ini juga terdiri dari 3 bahan hukum yaitu: bahan
hukum primer seperti undang – undang; bahan hukum sekunder seperti buku – buku
literatur, jurnal hukum, dan tulisan – tulisan hukum; serta bahan non hukum seperti
data yang didapat dari internet, bahan – bahan yang didapat dari makalah dan
kamus. Sementara tinjauan pustaka pada skripsi ini berisi tentang literatur – literatur
yang bersifat komprehensif guna memudahkan orang yang membaca skripsi ini
agar mudah dan mampu menangkap isitilah - istilah ataupun pengertian yang
mungkin akan dijumpai pada bab selanjutnya dalam skripsi ini. Tinjauan pustaka
dalam skripsi ini berisi tanggungjawab hukum, pelaku usaha, konsumen dan jenis
– jenis wahana bermain.
Pembahasan dalam skripsi ini yaitu: Pertama, hubungan hukum antara
penyedia jasa Penyedia jasa wahana bermain umumnya merupakan orang
perorangan ataupun badan usaha yang menyediakan jasa dalam wahana bermain,
sedangkan operator wahana bermain merupakan orang yang mengoperasikan
wahana bermain. Keduanya memiliki hubungan hukum yang didasarkan atas
perjanjian kerja seperti perjanjian kerja pada umunya yang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan yang mendefinisikan perjanjian kerja.
Dari perjanjian kerja tersebut melahirkan apa yang disebut dengan hubungan kerja.
Penyedia jasa wahana bermain selaku pemilik wahana bermain dengan konsumen memiliki hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen. Hubungan
hukum tersebut termuat dalam bentuk perjanjian yang umumnya melalui transaksi
penjualan tiket. Sedangkan operator wahana bermain dengan konsumen tidak
melakukan perjanjian apapun yang mengikat, melainkan keduanya masing –
masing memiliki hubungan hukum dengan subjek hukum yang sama yaitu penyedia
jasa wahana bermain selaku pemilik usaha. Kedua, tanggungjawab yang dilakukan
pelaku usaha terhadap konsumen pengguna wahana bermain didasari pada Pasal 19
ayat (2) UUPK. Dalam hal ini konsumen secara normatif akan mendapatkan bentuk
ganti rugi sebagai berikut: (1) Pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau
jasa yang sejenis atau setara nilainya. Konsumen yang mengalami kerugian materiil
dimungkinkan untuk mendapatkan ganti rugi berupa pengembalian uang tiket
ataupun barang yang harganya sesuai. (2) Perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undang yang
berlaku. Konsumen mengalami kerugian imateriil seperti kecelakaan hingga
menyebabkan kematian, akan dimungkinkan untuk mendapatkan ganti rugi berupa
perawatan kesehatan hingga santunan yang disesuaikan dengan besar kecilnya
kerugian yang diderita konsumen. Ketiga, Upaya penyelesaian yang dapat
dilakukan oleh konsumen pengguna wahana bermain yang mengalami kerugian
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melaui pengadilan (litigasi) dan di luar
pengadilan (non litigasi)
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam skripsi ini yaitu : Pertama, Hubungan
hukum yang terjadi diantara para pihak sebagai berikut: (1) Penyedia jasa wahana
bermain selaku pemilik usaha dengan operator wahana adalah hubungan kerja yang
didasari oleh perjanjian kerja. (2) Penyedia jasa dengan konsumen adalah hubungan
antara pelaku usaha dengan konsumen. (3) Sedangkan operator wahana bermain
dengan konsumen tidak memiliki hubungan hukum. Kedua, Tanggungjawab pelaku
usaha terhadap konsumen pengguna wahana bermain yang mengalami kerugian
adalah memberikan bentuk ganti rugi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal
19 ayat (2) UUPK, yaitu pengembalian uang atau biaya tiket masuk wahana atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan. Ketiga, Upaya penyelesaian
yang dapat dilakukan oleh konsumen pengguna wahana bermain yang mengalami
kerugian didasari pada Pasal 45 UUPK yang mana dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) dengan
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen seperti BPSK dan
LPKSM. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi). Saran dalam skripsi
ini yaitu: Pertama, Hendaknya pemerintah perlu untuk meningkatkan kembali
pengaturan mengenai konstruksi hubungan hukum antara pelaku usaha dengan
konsumen khususnya dibidang pariwisata. Jikalau konstruksi hubungan hukumnya
semakin jelas akan mempermudah pula bagi setiap pihak untuk melakukan hak
serta kewajibannya. Kedua, Hendaknya pelaku usaha menerapkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan pertanggungjawaban pelaku usaha serta jaminan
keselamatan berupa asuransi sebagai pemenuhan dari kewajiban pelaku usaha.
Ketiga, Hendaknya konsumen menyadari dan meningkatkan pengetahuan akan
sejumlah hak yang dimilikinya, serta mengetahui bagaimana upaya penyelesaian
jika dikemudian hari timbul sengketa konsumen.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]