Analisis Yuridis Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacat Hukum Administratif
Abstract
Bagi bangsa Indonesia bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmurran rakyat.
Seperti dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 30 yang
dimana menjelaskan bahwa dan dikatakan juga dalam Pasal 30 bahwa hak dan
kewajiban Warga Negara yaitu turut serta dalam upaya menjaga pertahanan dan
keamanan Negara. Ini berlaku bagi untuk seluruh Warga Negara yang tinggal di
Indonesia dan yang mengaku sebagai Warga Negara, tidak ada alasan untuk tidak
menjalankan hak dan kewajibannya tersebut. Karena jika tercipta suatu keamanan
di Indonesia, kehidupan diantara masyarakat akan lebih serasi, makmur, dan
rukun. Tanah sebagai permukaan bumi serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya sangat dibutuhkan oleh setiap manusia baik sebagai tempat tinggal
maupun sebagai sumber kehidupan bagi manusia. Dengan kata lain manusia
secara langsung atau tidak langsung selalu membutuhkan tanah untuk memenuhi
kebutuhannya baik kebutuhan ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Namun
saat ini tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan tanah, yang
jumlahnya relatif tetap menimbulkan banyak benturan kepentingan yang
mengakibatkan munculnya permasalahan dibidang pertanahan.
Sekarang ini dalam praktek banyak ditemui berbagai sengketa tanah,
sengketa ini disebabkan banyak faktor, seperti misal adanya sertipikat yang cacat
administratif atau cacat hukum. Hal-hal yang seperti inilah yang membuat
kekuatan hukum sertipikat diragukan.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal, pertama
apa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas timbulnya
KTUN yang cacat hukum administratif. Kedua apa implikasi yuridis dari adanya
pembatalan hak atas tanah yang cacat hukum administratif.
Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk memahami dan mengetahui
apa saja faktor penyebab dibatalkannya hak atas tanah karena mengandung cacat
administrarif. Kedua, untuk memahami dan mengetahui bagaimana akibat hukum
dari adanya pembatalan hak atas tanah karena cacat administratif
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, yakni (Conceptual
Approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan 2 (dua) bahan hukum,
antara lain bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan
hukum yang digunakan adalah dedukatif.
Kesimpulan dari skripsi ini yang pertama Ketentuan peralihan suatu hak
dari suatu pewarisan diatur dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Negara Agraria
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemertintah
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Terkait dengan kasus yang
dikaji, jual beli hak milik atas tanah yang dilakukan oleh penjual yang melakukan
jual beli tanpa persetujuan ahli waris dapat dikatakan tidak sah karena tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, karena penjual tidak dapat melampirkan surat
tanda bukti yang kuat sebagai ahli waris. Sehingga dapat dikatakan orang yang
melakukan jual beli tanah warisan tanpa persetujuan ahli waris tersebut tidak
memenuhi syarat materiil sebagai penjual dalam jual beli hak milik atas tanah tersebut. Kedua dampak dari perbuatan hukum jual beli tanah tanah warisan yang
dilakukan tanpa persetujuan ahli waris, yaitu jual beli tersebut berakibat batal.
Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah merupakan salah satu tindakan hukum
pemerintah, yang dimana dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional merupakan
sebagai lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dalam bidang pertanahan
yang sebagaimana yang di atur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
dalam rangka menangani dan menyelesaikan kasus pertanahan yang ada.
Sehingga dapat memberikan suatu kepastian hukum bagi para pihak yang
bersengketa dalam kaitannya dengan penggunaan, pemilikan, penguasaan tanah di
Indonesia. Jadi semua tanah yang termasuk tanah yang telah dilekatkan hak dapat
dimohonkan pembatalan apabila terdapat putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, atau juga adanya cacat hukum administrasi. Terhadap
Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap walaupun amar putusan menyatakan suatu sertipikat hak
atas tanah batal demi hukum atau dinyatakan tidak sah, namun Sertipikat Hak
Atas Tanah tersebut tidak serta merta menjadi batal, melainkan harus dimohonkan
pembatalan oleh pihak yang dimenangkan oleh putusan pengadilan yang di
peroleh tersebut.
Berkaitan dengan kesimpulan tersebut maka saran penulis pertama
hendaknya pejabat atau pihak-pihak yang berwenang dalam masalah pertanahan
harus lebih berhati-hati dalam melakukan pembuatan akta jual beli selalu
bersandar kepada ketentuan-ketentuan yang ada dan juga lebih memahami
ketentuan-ketentuan yang ada oleh karena yang akan tersebut merupakan akta
autentik yang sangat mempengaruhi kepastian hukum atas peralihan hak atas
tanah. Kedua hendaknya masyarakat lebih berhati-hati lagi dalam melakukan jual
beli tanah, pastikan tanah yang hendak di beli merupakan tanah yang bebas dari
sengketa, dan pelajari lebih dulu surat-surat kelengkapan atas tanah, jika tanah
yang hendak dibeli merupakan tanah warisan, pastikan penjual tanah tersebut
merupakan ahli waris dengan surat bukti yang kuat, agar tidak terjadi suatu
sengketa kedepannya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]