Show simple item record

dc.contributor.advisorSAMSUDI
dc.contributor.advisorHALIF
dc.contributor.authorPutra, Rizqi Yudha Anggra
dc.date.accessioned2020-12-04T03:33:08Z
dc.date.available2020-12-04T03:33:08Z
dc.date.issued2020-04
dc.identifier.nimNIM130710101078
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102343
dc.description.abstractHibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Secara eksplisit terhadap pengertian dana hibah diatas itu berarti bahwa dana hibah adalah dana yang dberikan secara cuma-cuma dan tidak dapat di tarik kembali oleh si pemberi dana yang dalam kasus ini pemberi hibah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Jember. Namun pada penerapannya yang menjadi kasus pokok seperti yang tertuang dari kasus di atas adalah penggunaan dana hibah yang tidak di lakukan sebagaimana mestinya yang justru malah di manfaatkan oleh beberapa oknum untuk menghimpun kekayaan pribadi. Dalam kasus di atas dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan subsidair, agar terdakwa tidak berhasil lolos dari pertanggung jawaban pidana yang dilakukan yaitu tindak pidana korupsi. Jaksa atau penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsidair yaitu dakwaan primair pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan dalam skripsi ini yaitu ; (1) Apakah perbuatan terdakwa sebagai koordinator dalam pengajuan dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Jember memenuhi kualifikasi tindak pidana ? dan (2) Mengapa Pengadilan Negeri menerapkan Pasal 3 dan Pengadilan Tinggi menerapkan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menerapkan sifat melawan hukum ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu permasalahan secara umum sampai dengan halhal yang bersifat khusus untuk mencapai preskripsi atau maksud yang sebenarnya. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan dalam skripsi ini, antara lain bahwa: Pertama, Perbuatan terdakwa sebagai koordinator dalam pengajuan dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Jember tidak memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi dalam kapasitas terdakwa sebagai Koordinator Kecamatan Puger Jember, dalam kedudukannya memiliki wewenang untuk melaksanakannya kedudukannya apabila dihubungkan dengan pengertian setiap orang dalam unsur pasal dakwaan primair karena terdakwa melaksanakan tindakannya itu dalam rangka menggunakan kesempatan atau sarana yang ada pada terdakwa sebuagai koordinator penerima hibah di Kecamatan Puger. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih mengarah kepada penyalahgunaan jabatan atau kedudukan daripada melakukan perbuatan melawan hukum sehingga dengan demikian unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa. Kedua, Adanya perbedaan penerapan pasal oleh Pengadilan Negeri dengan Pasal 3 dan Pengadilan Tinggi dengan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menerapkan sifat melawan hukum karena adanya perbedaan penafsiran hakim dalam mempertimbangkan unsur perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa. Dalam hal ini belum ada kesamaan persepsi di antara hakim tentang kapan suatu perbuatan melawan hukum tersebut akan dikenakan Pasal 2 ayat (1), dan kapan pula akan dikenakan Pasal 3. Dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan aparat hukum tentang Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor, sebenarnya tidak ada masalah dalam konteks penyalahgunaan wewenang, tetapi isu dari Pasal 2 dan Pasal 3 itu adalah soal bagaimana merumuskan ulang dan menunjukkan ada mens rea atau niat jahat dalam kedua pasal tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan saran bahwa : Dengan adanya putusan hakim yang adil, tepat dan bijaksana diharapkan diperoleh putusan yang baik menyangkut keadilan bagi pelaku tindak pidana dengan memperoleh hukuman atau sanksi yang setimpal dengan perbuatannya dan terhadap pelaku dengan adanya pemberatan pidana, karena korupsi merupakan tindak pidana yang meresahkan bangsa dan negara. Hendaknya dalam menjatuhkan tindak pidana korupsi hakim harus mampu memberikan keadilan hukum bagi kasus yang ditangani dengan memberikan ganjaran hukuman yang setimpal kepada si terdakwa. Penegakan hukum merupakan masalah yang sangat penting dalam rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum pada dasarnya berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia, sehingga hukum harus ditegakkan dan dijunjung tinggi dalam rangka menciptakan suatu tatanan masyarakat yang tertib dan damai ; salah satunya adalah penegakan hukum pidana, khususnya dalam hal adanya pemberatan pidana dalam korupsien_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectTindak Pidana Korupsien_US
dc.subjectDana Hibahen_US
dc.subjectPertimbangan Hakimen_US
dc.titlePenerapan Ajaran Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor : 58/PidSus/2017/PT.Sby)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukum
dc.identifier.kodeprodi0710101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record