Penerapan Ajaran Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor : 58/PidSus/2017/PT.Sby)
Abstract
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib
dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang
penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Secara eksplisit terhadap pengertian dana
hibah diatas itu berarti bahwa dana hibah adalah dana yang dberikan secara cuma-cuma
dan tidak dapat di tarik kembali oleh si pemberi dana yang dalam kasus ini pemberi hibah
adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Jember. Namun pada penerapannya yang menjadi
kasus pokok seperti yang tertuang dari kasus di atas adalah penggunaan dana hibah yang
tidak di lakukan sebagaimana mestinya yang justru malah di manfaatkan oleh beberapa
oknum untuk menghimpun kekayaan pribadi. Dalam kasus di atas dakwaan yang diajukan
oleh Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan subsidair, agar terdakwa tidak berhasil lolos
dari pertanggung jawaban pidana yang dilakukan yaitu tindak pidana korupsi. Jaksa atau
penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsidair yaitu dakwaan primair
pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
dakwaan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan
dalam skripsi ini yaitu ; (1) Apakah perbuatan terdakwa sebagai koordinator dalam
pengajuan dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Jember memenuhi kualifikasi tindak
pidana ? dan (2) Mengapa Pengadilan Negeri menerapkan Pasal 3 dan Pengadilan Tinggi
menerapkan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menerapkan
sifat melawan hukum ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang dipergunakan adalah
bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah
analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu permasalahan secara umum sampai dengan halhal yang bersifat khusus untuk mencapai preskripsi atau maksud yang sebenarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan dalam
skripsi ini, antara lain bahwa: Pertama, Perbuatan terdakwa sebagai koordinator dalam
pengajuan dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Jember tidak memenuhi kualifikasi
tindak pidana korupsi dalam kapasitas terdakwa sebagai Koordinator Kecamatan Puger
Jember, dalam kedudukannya memiliki wewenang untuk melaksanakannya kedudukannya
apabila dihubungkan dengan pengertian setiap orang dalam unsur pasal dakwaan primair
karena terdakwa melaksanakan tindakannya itu dalam rangka menggunakan kesempatan
atau sarana yang ada pada terdakwa sebuagai koordinator penerima hibah di Kecamatan
Puger. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih mengarah kepada penyalahgunaan
jabatan atau kedudukan daripada melakukan perbuatan melawan hukum sehingga dengan
demikian unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa.
Kedua, Adanya perbedaan penerapan pasal oleh Pengadilan Negeri dengan Pasal 3 dan
Pengadilan Tinggi dengan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dalam
menerapkan sifat melawan hukum karena adanya perbedaan penafsiran hakim dalam
mempertimbangkan unsur perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh terdakwa. Dalam hal ini belum ada kesamaan persepsi di antara hakim
tentang kapan suatu perbuatan melawan hukum tersebut akan dikenakan Pasal 2 ayat (1),
dan kapan pula akan dikenakan Pasal 3. Dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan
aparat hukum tentang Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor, sebenarnya tidak ada
masalah dalam konteks penyalahgunaan wewenang, tetapi isu dari Pasal 2 dan Pasal 3 itu
adalah soal bagaimana merumuskan ulang dan menunjukkan ada mens rea atau niat jahat
dalam kedua pasal tersebut.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan saran bahwa : Dengan adanya
putusan hakim yang adil, tepat dan bijaksana diharapkan diperoleh putusan yang baik
menyangkut keadilan bagi pelaku tindak pidana dengan memperoleh hukuman atau sanksi
yang setimpal dengan perbuatannya dan terhadap pelaku dengan adanya pemberatan
pidana, karena korupsi merupakan tindak pidana yang meresahkan bangsa dan negara.
Hendaknya dalam menjatuhkan tindak pidana korupsi hakim harus mampu memberikan
keadilan hukum bagi kasus yang ditangani dengan memberikan ganjaran hukuman yang
setimpal kepada si terdakwa. Penegakan hukum merupakan masalah yang sangat penting
dalam rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu
masyarakat. Hukum pada dasarnya berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan manusia, sehingga hukum harus ditegakkan dan dijunjung tinggi dalam
rangka menciptakan suatu tatanan masyarakat yang tertib dan damai ; salah satunya adalah
penegakan hukum pidana, khususnya dalam hal adanya pemberatan pidana dalam korupsi
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]