Kajian Yuridis Restitusi terhadap Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana Pemerkosaan (Studi Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Wat)
Abstract
Dengan adanya dampak yang sangat besar pemberian hak terhadap korban juga
menjadi bentuk perlindungan hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Hak
korban adalah hak untuk tahu, hak atas keadilan, dan hak untuk reparasi (pemulihan), yaitu
hak yang menunjuk kepada semua tipe pemulihan baik material maupun non material bagi
para korban. Hak-hak tersebut sudah terdapat dalam berbagai instrumen-instrumen hak
asasi manusia yang berlaku dan juga terdapat dalam yurisprudensi komite-komite hak asasi
manusia internasional maupun pengadilan regional hak asasi manusia. Selain pidana
penjara terdapat juga terdapat pidana denda bagi pelaku tindak pidana kejahatan seksual
terhadap anak. Pidana denda yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
tersebut sebenarnya cukup ironis, karena pidana denda tidak mengakomodir kepentingan
anak selaku korban tetapi hanya mengakomodir kepentingan negara, yaitu sebagai
pemasukan kepada kas negara yang mana hal tersebut tidak memberikan manfaat apapun
bagi anak selaku korban kejahatan seksual. Pemberian perlindungan terhadap anak korban
kejahatan seksual, khususnya yang berupa pemenuhan ganti kerugian, baik melalui
pemberian kompensasi dan/atau restitusi seharusnya memperoleh perhatian dari pembuat
kebijakan. Dalam kaitannya dengan hak anak sebagai korban perkosan tersebut, dalam hal
ini dikaji Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor 4/Pid.Sus-Anak/ 2018/PN.Wat dengan
Terdakwa Ragil Wicaksana Putra (usia 14 tahun), yang telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang
lain.
Rumusan masalah dalam hal ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu : Apakah sanksi pidana
dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Wat sudah sesuai dengan sistem
pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak ? dan Apakah pertimbangan hukum hakim dalam memberikan restitusi
kepada anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus-
Anak/2018/PN.Wat sudah sesuai dengan asas kemanfaatan bagi korban ? Tujuan penelitian
dalam hal ini adalah mengetahui dan menganalisis kesesuaian sanksi pidana dalam Putusan
Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Wat dengan sistem pemidanaan dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta mengetahui dan
menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam memberikan restitusi kepada anak sebagai
korban tindak pidana pemerkosaan dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Wat
sudah sesuai dengan asas kemanfaatan bagi korban. Metode penelitian dalam skripsi ini
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan
(statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik analisis bahan
hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan memeriksa, meneliti
data yang telah diperoleh baik bahan hukum primer, sekunder dan non hukum untuk
menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan : Pertama,
Sanksi pidana dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Wat sudah sesuai dengan
sistem pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, bahwasanya Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan
dengan syarat bahwa: Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan Diduga
melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
Sedangkan sanksi berupa pemberian restitusi sebagaimana diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum mengacu pda ketentuan Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban. Kedua, Pertimbangan hukum hakim dalam memberikan restitusi kepada anak
sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/
2018/PN.Wat sudah sesuai dengan asas kemanfaatan bagi korban dimana restitusi tersebut
sebagai bentuk perlindungan terhadap hak korban yang menekankan pada pemberian ganti
kerugian dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan upaya pengambilan kondisi korban yang
mengalami trauma, rasa takut dan tertekan akibat kejahatan
Berdasarkan kesimpulan tersebut saran yang saya berikan : Kepada hakim
hendaknya dapat mempertimbangkan bahwa apabila pengajuan restitusi menggunakan
proses yang diatur dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014, maka tidak semua
korban tindak pidana dapat mengajukan restitusi sebagai haknya, karena tidak semua
tindak pidana dapat diajukan restitusi. Penetapan suatu tindak pidana yang dapat diajukan
restitusi oleh korbannya ditentukan oleh LPSK. Hal lain yang menimbulkan permasalahan
yakni mekanisme dan prosedur pengajuan restitusi serta pelaksanaan restitusinya
mengingat LPSK tidak termasuk dalam sistem peradilan pidana, dan bukan merupakan
aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan eksekutoral. Untuk itu diperlukan
mekanisme baru bagi korban tindak pidana untuk memperjuangkan haknya untuk
mendapatkan restitusi.Mekanisme baru tersebut haruslah diatur dalam KUHAP sebagai
ketentuan formil yang menjadi rujukan bagi sistem peradilan pidana dalam melaksanakan
tugasnya. Hal ini sekaligus untuk mengisi kekosongan dan ketidakjelasan dalam hukum
acara selama ini, sekaligus memberikan kepercayaan kepada Kejaksaan RI sebagai instansi
yang telah berpengalaman dan memiliki kewenangan yang secara inheren telah
termanifestasi dalam pelaksana tugas pokok dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]