Berakhirnya Frontir Pertanian: Kasus Karesidenan Besuki, 1870-1970
Abstract
Sektor pertanian memainkan peranan penting di wilayah Karesidenan Besuki. Daerah ini dikenal secara luas sebagai salah satu sentra produksi pertanian ekspor di Indonesia. Berbagai kajian akademik mengenai sektor ini telah dihasilkan mengenai tembakau, gula, karet dan kopi. Tampak jelas bahwa fokus kajian hingga sekarang ini lebih banyak menekankan sejarah ekonomis sistem produksi tanaman komersial dan hubungan horizontal antar kelompok sosial. Bisa dikatakan belum ada kajian yang membahas sektor pertanian dengan perspektif sejarah lingkungan, yakni menekankan hubungan struktural antara manusia (masyarakat) dengan lingkungan alam yang mendukungnya.
Dengan menerapkan metode sejarah, penelitian ini bertujuan mengungkap dimensi struktural hubungan manusia dengan lingkungan dalam konteks pertanian. Secara lebih spesifik tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah: 1) Menyoroti perkembangan kegiatan pertanian di wilayah eks-Karesidenan Besuki sehingga menjadi kekuatan yang menerjemahkan peran manusia dalam mengubah kenampakan atau lanskap (landscape) lingkungan alam; 2) Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan frontir penggunaan sumberdaya pertanian khususnya lahan pertanian; 3) Memberi indikasi atau evidensi bahwa berakhirnya frontir pertanian di wilayah Besuki berlangsung sejak 1950-an?
Penelitian ini mengantar pada kesimpulan bahwa terbentuknya frontir pertanian di wilayah Besuki membenarkan peranan sentral migrasi (pengusaha barat, pekerja Madura dan Jawa). Kehadiran mereka mengubah lahan luas yang belum dimanfaatkan secara ekonomis dan masih tertutup vegetasi hutan menjadi sumber keuntungan besar. Pemanfaatan sumberdaya lahan diwujudkan melalui pengem-bangan perkebunan beorientasi pasar ekspor, yang melibatkan bukan hanya kaum pengusaha barat berkapital besar, melainkan juga kaum tani pribumi, seperti diilustrasikan oleh tembakau rakyat. Kaum tani pribumi di Besuki juga menyumbang pembentukan frontir pertanian melalui budidaya tanaman pangan. Beragam tanaman memfasilitasi pembentukan dan perluasan frontir pertanian Besuki, diawali kopi dan tebu di bagian utara pada era Tanam Paksa (1830-1870), lalu diakselerasi oleh tembakau sejak sekitar 1870, karet sejak 1900-an, serta ekspansi kembali tebu sejak 1920-an. Dalam satu abad lebih dari 330,000 hektar lahan sawah dibuka, sedangkan perkebunan pegunungan mencakup hampir 70.000 hektar. Hingga 1970 lanskap buatan manusia telah tumbuh sekitar 400.000 hektar.
Tidak hanya lanskap buatan manusia meluas, tanaman yang dibudidayakan juga menjadi lebih beragam. Tanaman-tanaman komersial berorientasi ekspor tersebut memfasilitasi migran Barat dalam membentuk frontir pertanian, sedangkan kaum tani pribumi juga difasilitasi oleh padi, jagung dan ketela. Berbagai tanaman ini juga memperlengkapi kaum tani pribumi dalam gerak maju kearah frontir pertanian baru dan dalam adaptasi mereka terhadap lingkungan yang berubah. Teknologi baik irigasi maupun transportasi ikut memberi kontribusi penting dalam perluasan frontir ke wilayah-wilayah baru khususnya Jember dan Banyuwangi.
Collections
- LRR-Hibah Fundamental [144]