Show simple item record

dc.contributor.authorUTOMO, Nugroho
dc.date.accessioned2025-08-13T07:31:49Z
dc.date.available2025-08-13T07:31:49Z
dc.date.issued2025-01-09
dc.identifier.nim220720101001en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/127888
dc.descriptionFinalisasi oleh Taufik_Dinda Tgl 13 Agustus 2025en_US
dc.description.abstractUUHT mengatur larangan pencantuman janji vervalbeding terurai pada pasal 12 UUHT, tetapi tidak menjelaskan keabsahan APHT apabila larangan ini dilanggar, seperti pasal 11 ayat (1) dan (2) UUHT. Mengingat dalam rumusannya menguraikan suatu “janji kepemilikan objek hak tanggungan oleh kreditur bila debitur wanprestasi, batal demi hukum”, Hal ini menimbulkan multitafsir terhadap keabsahan APHT. Menginggat APHT merupakan akta partij yang pembuatannya harus memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jika syarat ini tidak terpenuhi, akta dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Adapun rumusan masalah yang diambil: (1) Apa Ratio legis larangan janji vervalbeding pada lembaga hak tanggungan? (2) Apakah pengaturan larangan janji vervalbeding memberikan kepastian hukum terhadap keabsahan APHT? dan (3) Bagaimana konsep pengaturan ke depan terkait larangan janji vervalbeding? Metode yang digunakan yuridis normatif dengan pendekatan perundang undangan, konseptual, serta kasus. Pengumpulan bahan hukum dengan teknik studi kepustakaan. Hasil penelitian, (1) Ratio legis larangan janji vervalbeding didasarkan pada prinsip perlindungan proporsional dan hak jaminan kebendaan hanya untuk pelunasan utang melalui mekanisme pasal 20 UUHT dengan harapan memeroleh harga tertinggi, bukan untuk kepemilikan kreditur. Tujuannya melindungi nilai objek jaminan melebihi utang yang ditanggung. Hal ini juga membatasi asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata). (2) Pasal 12 UUHT belum memberikan kepastian hukum terhadap keabsahan APHT ditinjau melalui tiga dari delapan kriteria kepastian hukum lon fuller. Berasarkan teks rumusannya, mengartikan hanya janji vervalbeding dianggap batal, artinya APHT tetap sah. Namun, dari perspektif Pasal 1320 KUHPerdata, janji tersebut melanggar syarat objektif “sebab yang diperbolehkan,” sehingga APHT dapat dianggap tidak sah. (3) Pengaturan ke depan harus menambahkan penegasan dalam ayat Pasal 12 UUHT bahwa keberadaan janji vervalbeding tidak memengaruhi keabsahan APHT, agar kreditur tetap memiliki hak prioritas atas jaminan. Sehingga terwujudnya eksistensi dari asas perlindungan yang seimbang dalam hukum jaminan. Saran penelitian mencakup kehati-hatian masyarakat dalam mencantumkan klausula dalam perjanjian atau APHT, penguatan legislasi pada Pasal 12 UUHT untuk menjamin keabsahan APHT, dan pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan APHT sesuai dengan rumusan teks pasal 12 UUHT yang hanya berakibat batal kalusulnya saja.en_US
dc.description.sponsorshipDr. Moh Ali, S.H.,M.H. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H.,M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectKEPASTIAN HUKUMen_US
dc.subjectKEABSAHAN APHTen_US
dc.titleKepastian Hukum Pengaturan Larangan Janji Kepemilikan Objek Jaminan oleh Kreditur Akibat Debitur Wanprestasi terhadap Keabsahan Akta Pemberian Hak Tanggunganen_US
dc.typeTesisen_US
dc.identifier.prodiMagister Ilmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Moh. Ali, S.H.,M.H.en_US
dc.identifier.pembimbing2Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorrevaen_US
dc.identifier.finalizationTaufiken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record