• Login
    View Item 
    •   Home
    • MASTER THESES (Koleksi Tesis)
    • MT-Management
    • View Item
    •   Home
    • MASTER THESES (Koleksi Tesis)
    • MT-Management
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    DASAR HUKUM DIAJUKANNYA UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS ( VRIJSPRAAK ) PADA PENERAPAN KUHAP TERKAIT AZAS KEPASTIAN HUKUM

    Thumbnail
    View/Open
    Sisharyanto , SH- 100720101014_1.pdf (239.5Kb)
    Date
    2013-12-24
    Author
    SISHARYANTO
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Dalam suatu proses persidangan di Pengadilan ada beberapa tahapan namun tahapan yang sangat menentukan bagi para pihak yang berperkara adalah pada tahap dimana Hakim membacakan putusan (vonis) . Pasal 191 dan Pasal 193 KUHAP mengatur tentang bentuk putusan hakim dimana ada tiga macam putusan yaitu putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan pemidanaan. Terkait dengan salah satu bentuk putusan hakim yaitu berupa putusan bebas. Pasal 244 KUHAP menyebutkan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Namun dalam prakteknya terhadap putusan bebas Penuntut Umum dapat melakukan upaya hukum kasasi dengan berpendapat bahwa putusan bebas yang dijatuhkan oleh Hakim tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, sehingga terhadap putusan bebas tidak murni ini dapat dimintakan upaya hukum kasasi. Terlepas dari fungsinya yang memberikan perlindungan terhadap harkat serta martabat manusia, seharusnya penerapan/pelaksanaan Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak hanya mengatur tentang pemberian perlindungan hak asasi bagi seorang tersangka atau terdakwa, namun juga harus mengatur mengenai hak negara untuk melindungi korban atau penuntut umum selaku pihak yang mewakili negara untuk melindungi hak korban dan menegakkan hukum. Jika hukum acara pidana hanya memperhatikan hak asasi dari tersangka atau terdakwa saja, maka proses penegakan hukum atau proses berjalannya sistem peradilan pidana akan berjalan kurang efektif karena setiap hak yang dilakukan oleh penegak hukum akan bertentangan dengan hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka atau terdakwa. Termasuk pula disini pengajuan upaya hukum kasasi yang diajukan oleh penuntut umum terhadap putusan bebas. Pengajuan upaya hukum kasasi dilakukan oleh penuntut umum sebagai wujud memberikan perlindungan bagi korban maupun bagi negara, yang merasa telah dirugikan oleh perbuatan pelaku pidana serta untuk mewujudkan kepastian hukum. Dari penjelasan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah mengenai dasar hukum diajukannya upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas (vrijspraak) serta preskripsi dan perspektif upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas (vrijspraak) terkait dengan asas kepastian hukum. Tipe penelitian dalam tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan konseptual (conceptual approach), sehingga diperoleh kesimpulan dasar hukum diajukannya upaya hukum kasasi oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas (vrijspraak) adalah berupa yurisprudensi, doktrin, dan didukung oleh aturan internal di kejaksaan yang mengatur tentang upaya hukum kasasi oleh Penuntut Umum, selain itu terdapat alasan dari Penuntut Umum yang berpendapat bahwa putusan bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan merupakan bebas tidak murni, yang mana putusan tersebut muncul dikarenakan : adanya kekeliruan penafsiran oleh hakim atas suatu istilah dalam surat dakwaan, hakim telah salah dalam menerapkan hukum, ataupun hakim telah bertindak melampui batas ix wewenangnya. Berbicara tentang preskripsi, maka dalam praktek pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas oleh Penuntut Umum dikarenakan adanya putusan bebas dari pengadilan yang didasarkan pada kekeliruan penafsiran oleh hakim terhadap suatu istilah dalam surat dakwaan, hakim telah salah dalam menerapkan hukum, ataupun hakim telah bertindak melampui batas wewenangnya. Sehingga dengan adanya putusan bebas yang didasarkan pada halhal tersebut di atas dapat menyebabkan munculnya ketidakpastian hukum. Oleh karena itu demi terwujudnya kepastian hukum, Penuntut Umum berusaha meluruskan atau mengkoreksi kekeliruan yang telah dilakukan oleh pengadilan dalam menjatuhkan putusan bebas, melalui pengajuan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung wajib memeriksa apabila ada pihak yang mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan bawahannya yang membebaskan terdakwa, yaitu guna menentukan sudah tepat dan adilkah putusan pengadilan bawahannya itu. Sedangkan bila berbicara tentang perspektif, pada dasarnya terhadap polemik atas adanya pengajuan upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas, maka pasal 244 KUHAP harus segera direvisi yaitu dengan mencantumkan secara tegas tentang putusan bebas yang bagaimana yang dapat dimintakan upaya hukum Kasasi ,hal ini demi terwujudnya kepastian hukum . Adapun saran yang diajukan dari hasil penulisan tesis ini yaitu perlunya dilakukan revisi kembali terhadap Rancangan KUHAP terakhir yaitu tahun 2010, sebab dalam rancangan tersebut ternyata belum mengakomodir keinginan dari para penegak hukum, khususnya Penuntut Umum dan Hakim, serta masyarakat selaku pencari keadilan (justiciabellen), dengan kata lain dalam Rancangan KUHAP terahir yaitu tahun 2010 belum mengatur dengan jelas dan tegas tentang putusan bebas yang bagaimana yang dapat di ajukan upaya hukum kasasi. Hal itu sangat penting untuk mengatasi polemik didalam parktek yang terdapat kualifikasi atas putusan bebas tersebut, yang menurut doktrin, Penuntut Umum maupun Hakim yang dalam putusannya menyatakan bahwa putusan bebas yang tidak didasarkan atas tidak terbuktinya unsur-unsur dalam surat dakwaan maka pembebasan tersebut bukan merupakan pembebasan yang murni dengan demikian maka putusan bebas dapat dikwalifikasikan menjadi dua yaitu putusan bebas murni dan putusan bebas tidak murni.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/12655
    Collections
    • MT-Management [545]

    Related items

    Showing items related by title, author, creator and subject.

    • Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lainnya. Peralihan tersebut bisa disengaja oleh karena adanya perbuatan hukum seperti jual beli. Sebelum berlakunya UUPA jual beli tanah dilakukan berdasarkan hukum adat dan hukum Eropa atau terkenal dengan sistem dualisme hukum. Dalam hukum tanah pada jaman Hindia Belanda mengakibatkan timbulnya dua penggolongan tanah. Ada tanah dengan hak-hak barat seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal yang disebut dengan tanah-tanah hak barat yang tunduk pada KUHPerdata dan tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat yang tunduk pada hukum tanah adat. Dualisme hukum itu berdampak pada beberapa kasus salah satunya kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa di Pengadilan Negeri Gresik Nomor 19/Pdt.G/2000/PN.Gs. Para Penggugat sebagai ahli waris dari Mi’an P. Misran merasa belum pernah menjual harta waris yang diperoleh dari Mi’an P. Misran kepada siapapun. Tetapi PT. Bumi Lingga Pertiwi telah membeli tanah dari Tergugat III yaitu Amenan alias H.Said Objek sengketa tersebut selama ini masih belum didaftarkan sehingga belum bersertifikat. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa lebih lanjut beberapa permasalahan dalam bentuk skripsi dengan judul: “ANALISIS TENTANG JUAL BELI TANAH SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 YANG TANPA PERSETUJUAN DARI PARA AHLI WARIS (STUDI TERHADAP PUTUSAN NO.19/Pdt.G/2000/PN.GS)”. 

      Anton Pujanang (2014-01-23)
      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode kritis dan tipe serangan hama wereng batang coklat yang dilaksanakan di Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, dilaksanakan yaitu dalam bulan April 2011 sampai dengan bulan ...
    • Hukum Perdata: Hukum Tentang Orang (Perbandingan Hukum Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum Perdata Islam 

      SUSANTI, Dyah Ochtorina (PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2021-11-10)
      Hukum Perdata: Hukum Tentang Orang (Perbandingan Hukum Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum Perdata Islam
    • Guna meningkatkan pelayanan informasi dan perizinan investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal SPIPISE pada hakikatnya adalah sistem elektronik pelayanan perizinan investasi yang terintegrasi antara BKPM dengan daerah, sehingga proses pelayanan perizinan investasi dapat diakses dan terpantau oleh Pemerintah. Pelaksanaan SPIPISE yang penekanannya adalah dalam bentuk pelayanan informasi yang tepat dan akurat, serta percepatan proses perizinan bagi para investor atau pelaku usaha baik domestik maupun asing, tentunya ada beberapa tahapan dan proses yang dilakukan BKPM, seperti menyiapkan regulasi terkait dengan tata cara perizinan penanaman modal, pengawasan pelaksanaan penanaman modal ataupun standar pelayanan minimal, kemudian informasi mengenai seluruh aspek penanaman modal di Indonesia terkait dengan alur proses perizinan, profil potensi investasi di daerah seluruh Indonesia sampai terkait dengan data statistik penanaman modal di Indonesia dan juga mengenai pelimpahan kewenangan bagi PDPPM dan PDKPM seluruh Indonesia untuk dapat melakukan proses perizinan penanaman modal di wilayah masing-masing sesuai dengan batasan kewenangannya. Dalam pengunaan SPIPISE ini diperlukan juga adanya perlindungan hukum yang jelas terhadap investor penanam modal, karena pelayanan yang menggunakan sistem elektronik memiliki resiko tersendiri bagi para investor yang dapat juga menyebabkan kerugian. Baik disebabkan oleh kerusakan sistem, gangguan sistem, atau bahkan hilangnya data yang bisa saja terjadi dalam penggunaan SPIPISE ini. Oleh karenanya penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR xii PENGGUNA SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK ( PERIZINAN DAN NON – PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL” Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap investor pengguna Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Secara Elektronik Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan undang undang Penggunaan Sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik 

      YE S S I DWI RI AN I (2014-01-23)
      Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan perinsip kemandirian. Peran serta masyarakat wajib pajak ...

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository