Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Pengguna Jasa Debt Collector dalam Melakukan Pinjaman Online yang Berimplikasi Tindak Pidana
Abstract
Bab 1 Pendahuluan, menguraikan latar belakang bahwa praktek penagihan
dalam proses perdata mebutuhkan waktu yang panjang, sehingga kebanyakan
perusahaan pinjaman online merasa tidak efisien dengan prosedur ini, untuk
mempersingkat waktu dan mendapat keuntungan, perusahaan pinjaman online
memilih dengan cara mengancam. Selain itu motivasi untuk mendapat keuntungan
yang besar mendorong korporasi dalam mengoperasikan niaganya secara langsung
atau tidak langsung melibatkan diri dalam kejahatan. Sehingga kesalahan yang
dilakukan debt collector dapat digantikan oleh korporasi sebab adanya hubungan
subordinasi antara pemberi kerja dan pelaku yang melakukan tindak pidana, serta
keuntungan yang diperoleh pelaku bukanlah keuntungan pelaku melaikan
keuntungan perusahaan sehingga korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban.
Rumusan masalah yang dikaji antara lain: (1) Hubungan hukum antara pihak
kreditur dengan pihak ketiga debt collector sudah memenuhi prinsip kepastian
hukum; (2) Bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi pinjaman online terhadap
pengguna jasa debt collector dalam melakukan penagihan pinjaman online yang
berimplikasi tindak pidana; (3) Pengaturan hukum mendatang yang dapat
diterapkan terkait tanggungjawab korporasi pinjaman online terhadap pengguna
jasa debt collector dalam melakukan penagihan pinjaman online yang berimplikasi
tindak pidana.
Bab 2 Kerangka Teoritis dan Konseptual, menguraikan teori yang
dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah teori pertanggungjawaban pidana
dan teori kepastian hukum. Pada kerangka konseptual diuraikan beberapa hal yaitu
Konsep Korporasi; Kejahatan Korporasi; Tindak Pidana; Debt Collector;
Cybercrime; Penagihan dan Etikanya; Pinjaman dan Peer To Peer Lending.
Bab 3 Pembahasan, menguraikan hasil kajian yang diperoleh Pertama,
hubungan hukum antara perusaan pinjol dengan debt collector belum memenuhi
prinsip kepastian hukum karena belum ada keseuain antara peraturan dan
pelaksanaan sehari hari. Pada hal ini debt collector bekerja berdasarkan surat kuasa
atau surat perintah yang dalam hal ini landasan pemebrian kuasa tersebut
sebagaimana ketentuan pasal 1792 dan pasal 1795 KUH Perdata tentang surat
kuasa khusus. Kedua, Bahwa tanggung jawab hukum korporasi didasarkan unsusr
kelapaan perusahaan pinjaman online atas perbuatan debt collector dimana
perbuatan debt collector melanggra pasal 27 ayat (1) UU ITE dan dalam hal ini
pertanggung jawaban pidan ayang dapat dikenakan kepada korporasi yaitu
pertanggung jawaban pidana pengganti (vicarious liability) dimana tindakan debt
collector dianggap tindakan perusahaan pinjol hal tersebut atas dasar delegasi yang
dimuat dalam dokumen resmi perusahaan berupa surat tugas maupun perjanjian
tertulis untuk melaksanakan tugas dan tujuan pihak perusahaan, hal ini tanggung
jawab di bebankan kepada pengurus direksi sesuai pasal 1376 KUH Perdata di
perkuat dengan pasal 55 KUHP. Ketiga bahwa amerika sudah mengatur undang
undang tentang profesi debt collector dalam the fair collection praktices act
(FDCPA) yang mengatur sengan jelas larangan dan kebolehan bagi debt collector
sementara di indonesia belum ada aturan yang jelas terkait hal ini, selain itu sampai saat ini belum ada batasan yang jelas tentang tata cara penagihan yang ada hanya
aturan internal masing masing.
Bab 4 Penutup, kesimpulan terkait tanggungjawab korporasi (pinjaman
online) terhadap pengguna jasa debt collector dalam melakukan penagihan
pinjaman online yang berimplikasi tindak pidana dalam menyelesaikan hutang
belum berkeadilan karena belum diatur dalam peraturan perundang-undangan
sehingga tidak terwujud keadilan bagi semua pihak. Perilaku debt collector masih
menjadi masalah yang serius yang belum ada penanganannya. Satu sisi, konsumen
merasa terganggu dengan ulah debt collector, di sisi lain debt collector sebagai
utusan perusahaan bertanggung jawab atas tunggakan hutang yang bisa merugikan
perusahaan pinjaman online. Saran, bagi pihak perusahaan pinjaman online sebagai
pihak yang telah mempekerjakan debt collector bersama pihak-pihak terkait lain
lebih berhati-hati dan melakukan berbagai langkah pencegahan agar tetap efektif
dalam pnyelesaian hutang dan tidak terjadi pelanggaran pidana oleh para debt
collector, Kepada pihak pemerintah, Lembaga Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga
Perlindungan konsumen dan apparat penegak hukum perlu konsisten dengan aturan
yang ada, sehingga tidak diberikan celah kepada debt collector untuk melakukan
kesewang-wenangan. Seyogya OJK mengevaluasi perkembangan fintech di
Indonesia khususnya pinjaman online, selain itu perlu adanya sosilalisasi maupun
dibentuknya badan pengawas agar nasabah tidak dirugikan oleh perusahaan yang
menawarkan produk pinjaman online. Setelah evaluasi tersebut, perlu ada peraturan
yang tegas terhadap adanya pinjaman online di Indonesia. Kepada masyarakat
dalam hal ini selaku debitur, mampu melaksanakan isi perjanjian dalam pinjaman
online dengan tepat waktu melakuan pembayaran sesuai dengan yang telah
disepakati.
Collections
- MT-Science of Law [341]