Show simple item record

dc.contributor.advisorSUDARYANTO, TOTOK S.H., M.S.
dc.contributor.advisorMULYONO, EDDY S.H., M.Hum.
dc.contributor.authoryolanda, HANI
dc.date.accessioned2020-07-01T03:39:04Z
dc.date.available2020-07-01T03:39:04Z
dc.date.issued2020-01-10
dc.identifier.nim160710101440
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/99499
dc.description.abstractBPJS Kesehatan yang didirikan sebagai badan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional di bidang kesehatan adalah sarana pemerintah untuk menjamin kesejahteraan rakyat dalam rangka mendapatkan kehidupan yang layak. Sejak tahun awal berdirinya, BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit anggaran dalam pengelolaan keuangannya. Meskipun tiap tahun telah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), belum ada terobosan efektif yang dilakukan manajemen BPJS Kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah pada akhirnya selalu memberikan suntikan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menutupi kekurangan anggaran yang dialami BPJS Kesehatan. Usaha lain yang dilakukan pemerintah juga terlihat ketika pemerintah juga melakukan sidang bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) demi membahas permasalahan terkait keuangan yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Finalnya, pemerintah, dalam hal ini presiden, mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan iuran Dana Jaminan Sosial bagi peserta BPJS Kesehatan, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, meski di dalam rapat kerja sebagian anggota DPR tidak menyetujui adanya kenaikan iuran Dana Jaminan Kesehatan. Dari uraian di atas maka permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah: pertama, bagaimana kedudukan pemerintah terkait dengan keadaan defisit BPJS Kesehatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?; kedua, apa akibat hukum mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan apabila tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat? Tujuan penulisan skripsi ini terdapat dua tujuan, yaitu untuk menganalisis hingga pada batasan-batasan mana tanggung jawab pemerintah terhadap defisit yang dialami BPJS Kesehatan menurut peraturan perundang-undangan; dan untuk menganalisis apa saja akibat hukum dari peraturan presiden yang ditetapkan tanpa persetujuan DPR. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah tipe penelitian hukum (legal research) atau yuridis-normatif. Sementara bahan hukum yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka didapat kesimpulan bahwa kebijakan yang diambil Presiden untuk menaikkan tarif iuran Dana Jaminan Sosial bagi peserta BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan termasuk dalam tanggung jawab pemerintah sebagai konsekuensi penerapan konsep negara kesejahteraan, dan dari kedudukan Pemerintah sebagai pemilik BPJS, sebagai bentuk konsekuensi atas pelaksanaan asas-asas pemerintahan yang baik, serta penerapan pelayanan publik dan hukum administrasi negara. Meskipun gagasan kenaikan iuran Dana Jaminan Kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tentang Jaminan Kesehatan tidak mendapatkan persetujuan DPR, namun peraturan tersebut tetap berlaku dan memiliki daya ikat dan daya eksekutorial selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, sebab peraturan presiden menjadi kewenangan penuh dari presiden sebagai kepala pemerintahan. Saran yang dapat penulis berikan adalah BPJS Kesehatan dan pihak internal lainnya harus mampu meningkatkan pelayanan publik dengan pengadaan sosialisasi, dan peserta BPJS selaku pihak eksternal harus lebih patuh terhadap kewajiban-kewajibannya yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Sementara itu, untuk menjalin hubungan baik antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif, Presiden seyogyanya tetap saling berkoordinasi dengan DPR terkait dengan pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan dibuatnya sebagai bentuk ikhtikad baik dan etika politik.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectBPJS Kesehatanen_US
dc.subjectDefisiten_US
dc.titleTANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP DEFISIT BPJS KESEHATAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIAen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiilmu hukum
dc.identifier.kodeprodi0710101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record