Impelementasi Undang-Undang Darurat Militer Tahun 2005 di Tiga Provinsi di Thailand Selatan
Abstract
Konflik berkepanjangan di daerah Selatan Thailand telah berlangsung
lama. Konflik penguasaan atas wilayah bangsa melayu oleh kerajaan Siam
mengakibatkan sampai saat ini masih terjadi gerakan separatisme di tiga provinsi
mantan kerajaan Patani yaitu provinsi Naratthiwat, Yala dan Pattani yang saat ini
merupakan bagian dari Thailand. Pemerintah Thailand menggunakan pendekatan
militer untuk meredam konflik yang bergejolak di sana salah satunya dengan
mengesahkan undang-undang Kedaruratan Militer Tahun 2005. Undang-undang
ini dibentuk guna meredam potensi ancaman sekaligus menyelamatkan kedaulatan
wilayahnya. Namun, pemberlakuan undang-undang ini dalam tataran
implementasinya banyak mengalami penolakan oleh orang muslim Melayu. Di
saat salah satu isi undang-undang menyebutkan bahwa tujuan pembentukanya
adalah untuk memberikan rasa damai di wilayah tersebut ternyata yang terjadi
justru sebaliknya. Banyak penduduk yang tidak bersalah ikut menjadi korban dari
operasi militer yang berlindung dalam undang-undang ini.
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif untuk menjelaskan
bagaimana pengaruh dari undang-undang tersebut terhadap hak-hak perlindungan
kemanusiaan bagi penduduk muslim melayu. Mengingat bahwa penulis
merupakan orang asli daerah tersebut maka hasil pengamatan dan interpretasi
subjektif dari peneliti juga dipertimbangkan, apalagi data-data sekunder yang
mendukung laporan pelanggaran dari kebijakan ini masih minim mengingat
terbatasnya kases penelitian dalam lokasi konflik.
Penelitian ini menemukan bahwa implementasi undang-undang darurat
militer nyatanya melanggar hak-hak asasi manusia masyarakat muslim melayu di
tiga provinsi. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian prosedur yang meyalahi
aturan dari Hukum Humaniter Internasional dan ketidaksesuain konsep Martial
Law dalam pembentukan Undang-Undang Darurat Militer ini. Selain itu banyak
kasus yang ditemukan justru bersebrangan dengan nilai-nilai perlindungan pada
hak asasi manusia dalam situasi konflik. Pemerintah berlindung di dalam undangundang ini untuk terus melakukan kekerasan terhadap masyarakat muslim di tiga
provinsi bagian selatan.