dc.description.abstract | Pembiayaan konsumen ini sangat membantu masyarakat didalam pemenuhan
kebutuhan akan barang-barang konsumtifnya seperti alat-alat elektronik, sepeda
motor, mobil, perabotan rumah tangga, dan lain-lain. Hanya saja dalam pemberian
fasilitas pembiayaan tersebut, para pihak lembaga keuangan harus bertindak secara
ekstra hati-hati. Pembiayaan tersebut akan timbul sejumlah resiko yang cukup
besar, apakah dana dan bunga dari kredit yang dipinjamkan dapat diterima kembali
atau tidak. Untuk memperkecil risiko kerugian di atas, maka diperlukan suatu
peraturan atau prosedur yang tepat dan benar dalam pemberian pembiayaan
konsumen. Prosedur pemberian kredit tidak tergantung pada sedikit atau banyaknya
tahapan yang harus dilalui oleh calon debitur, tetapi yang menjadi perhatian adalah
bahwa masing-masing tahapan yang ada telah benar-benar dilaksanakan dengan
baik dan tepat. Perjanjian harus dilaksanakan dengan baik, sehingga prestasi dapat
dipenuhi oleh masing-masing pihak. Demikian halnya dalam perjanjian
pembiayaan konsumen, pembayaran angsuran harus dilakukan dengan tepat waktu
agar tidak terjadi wanprestasi yang akhirnya dilakukan penyitaan terhadap objek
jaminan, sebagaimana kajian dalam Putusan Nomor 740 K/Pdt.Sus-BPSK/2018,
antara PT. Andalan Finance Indonesia Pontianak selaku Pemohon Kasasi melawan
Bujang selaku Termohon Kasasi.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah BPSK dalam
memberikan putusan terhadap pembatalan Penarikan Kendaraan Oleh debt
collector sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku ; dan (2) Apakah
pertimbangan hukum (ratio decidendi) Mahkamah Agung dalam mengabulkan
keberatan dari PT. Andalan Finance Indonesia Pontianak atas putusan BPSK
berdasarkan Putusan Nomor 740 K/Pdt.Sus-BPSK/2018. Tujuan umum penulisan
ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, dengan pendekatan konseptual dan studi kasus. Bahan hukum terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian
dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama BPSK
tidak berwenang untuk memeriksa perkara wanprestasi karena hanya berwenang
untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan
bersifat sederhana, dan penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara cepat, mudah
dan murah serta putusan BPSK bersifat final dan mengikat, jika diterima oleh
kedua belah pihak. Fungsi strategis dari BPSK adalah sebagai instrument hukun
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu melali konsiliasi, mediasi dan
arbitrase dan melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh
pelaku usaha. Dalam kaitannya dengan kasus yang dikaji, bahwasanya perbuatan
Termohon Kasasi yang tidak memenuhi kewajibannya yaitu membayar kredit
pembiayaan yang ditetapkan dalam perjanjian pembiayaan yang ditanda tangani
dan disepakati dengan Pemohon Kasasi, sehingga pokok perkara a quo adalah sengketa ingkar janji bukan sengketa konsumen, karena itu Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa a
quo. Kedua, Antara Pemohon Kasasi (PT. Andalan Finance Indonesia Pontianak)
dan Termohon Kasasi (Bujang) telah terjadi kesepakatan hubungan hukum
perjanjian kredit pembiayaan konsumen kepemilikan mobil. Dapat diketahui bahwa
Konsumen dalam hal ini Bujag tidak memenuhi kewajibannya yaitu sesuai dengan
jadwal pembayaran yang ditetapkan dalam perjanjian pembiayaan yang ditanda
tangani bersumber dari masalah pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan
pemberian jaminan fidusia, dimana terbukti setelah menerima fasilitas pembiayaan
Pemohon Kasasi tidak membayar cicilan sebagaimana disepakati sehingga
wanprestasi. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa penarikan kendaraan
oleh PT. Andalan Finance Indonesia Pontianak bukan merupakan perbuatan
melawan hukum, karena merupakan hak pelaku usaha karena telah terjadi
wanprestasi dalam pembayaran angsuran, sehingga mengharuskan konsumen untuk
menyerahkan kendaraan sebagai jaminan sesuai perjanjian pembiayaan konsumen,
sebagaimana telah difidusiakan.
Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dapat diberikan beberapa
saran, bahwa Hendaknya seseorang harus lebih arif, bijak, dan teliti dalam
melaksanakan suatu perjanjian. Demikian halnya dengan perjanjian pembiayaan
konsumen hendaknya harus sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen.
Hendaknya para pihak dalam perjanjian dapat melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing sehingga tidak terjadi wanprestasi yang merugikan orang lain yang
mewajibkan orang lain tersebut mengganti kerugian tersebut. Para pihak dalam
perjanjian hendaknya mempunyai itikad baik dalam perjanjian sehingga perjanjian
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Upaya yang dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di masa yang
akan datang adalah dengan mengoptimalkan SDM anggota BPSK dengan
menambah kualitas keilmuan terutama mengenai perlindungan konsumen dengan
mengikuti pelatihan dan pendidikan agar dapat memenuhi standart miminal
personal majelis anggota BPSK, sehingga tidak salah salam memberikan putusan.
Diharapkan dengan mengoptimalkan kualitas anggota BPSK dan dengan anggaran
yang optimal sehingga edukasi kepada masyarakat konsumen agar tercipta
konsumen yang cerdas dan mandiri, termasuk memberikan edukasi kepada pelaku
usaha agar dalam menjalankan praktik bisnisnya senantiasa mengedepankan hak
konsumen dan menjadikan konsumen sebagai asset bagi pelaku usaha | en_US |