Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Manifestasi Negara Demokrasi Community Participationin the Formationof Legislation as a Manifestation of Democratic State
Abstract
Penting untuk dikaji bagaimana sejatinya perkembangan partisipasi masyarakat
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai manifestasi Negara
Demokrasi sehingga terbentuk suatu produk hukum yang baik dan merepresentasikan
norma hukum yang diinginkan masyarakat. Di sisi lain, sasaran bentuk partisipasi
sebagaimana tertuang dalam Pasal 96 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
dilakukan terhadap masyarakat yaitu orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-Undangan dan
karenanya Negara harus hadir dan menjamin kemudahan akses untuk masyarakat
tersebut dalam memberika pendapat baik secara lisan dan/atau tertulis. Isu hukum ini
menjadi penting dikaji dalam menemukan bagaimana seharusnya bentuk partisipasi yang
mencerminkanNegara Demokrasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Rumusan masalah dalam hal ini : (1) Bagaimana perkembangan partisipasi masyarakat
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ? (2) Bagaimana seharusnya bentuk
partisipasi yang mencerminkan negara demokrasi dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perundangundangan. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non
hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif
kualitatif.
Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama,
Perkembangan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundangundangan memulai era baru dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004
sebagaimana telah dirubah dengan Undang Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Aspirasi masyarakat dalam penyusunan Prolegnas harus
diakomodir. Hal ini sebagai salah satu instrumen perencanaan program pembentukan
undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis dengan
memerhatikan dan mempertimbangkan politik hukum nasional. Dengan meletakkan visi
pembangunan hukum di atas tujuan pembangunan nasional. DPR, DPD, dan Pemerintah
dalam melaksanakan fungsi legislasi harus memerhatikan dan mengakomodir aspirasi
masyarakat. Dimulai dari perencanaan dan pembentukan perundang-undangan, yang
mencakup tahapan: perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan. Keberadaan Prolegnas sebagai desain dalam pembaharuan hukum
nasional diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan umum. Melalui perencanaan
pembentukan undang-undang yang baik, sehingga tercipta harmonisasi antara rencana
prioritas pembangunan jangka panjang nasional dengan prioritas Prolegnas yang
ditetapkan bersama DPR, DPD, dan Pemerintah. Kedua, Penting untuk memastikan
bahwa partisipasi masyarakat terakomodir dalam materi undang-undang, sepanjang
bertujuan untuk kepentingan dan kesejahteraan umum. Proses legislasi dapat bersifat
aspiratif atau justru sebaliknya bersifat elitis, ketika adanya dugaan kelompok
kepentingan yang turut serta menentukan proses legislasi. Sebagai lembaga yang diberi
kewenangan untuk membentuk undang-undang DPR, DPD, dan Pemerintah dinilai
belum aspiratif dalam melaksanakan fungsi legislasi yang didasarkan pada kebutuhan
dasar masyarakat Indonesia. Partisipasi masyarakat atas RUU yang berkaitan langsung
dengan kesejahteraan dan perlindungan hak rakyat belum mendapat perhatian memadai. Pembentuk undang-undang seharusnya konsisten untuk menentukan prioritas
pembahasan RUU berdasarkan kebutuhan yang paling rakyat pokok. Tentunya dengan
mempertimbangkan kemanfaatan sosial paling besar yang dapat dicapai, dampak sosial
yang ditimbulkan dan kedayagunaan; dengan didukung anggaran yang memadai..
Saran yang diberikan bahwa, Pertama, Peran serta masyarakat akan lebih
meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan dan mendorong para pembentuk
hukum untuk membuat peraturan daerah yang implementatif sesuai kebutuhan dan
harapan masyarakat dan dapat diminimalisir dari gejolak ataupun tuntutan ketidak
puasan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut merupakan tuntutan dan tantangan
bagi pembentuk hukum untuk membuat peraturan perundang-undangan yang
partisipatif. Kedua, Diperlukan komitmen dari pembentuk hukum di daerah dalam hal
ini Presiden dan DPR untuk melibatkan masyarakat dalam setiap pembahasan peraturan
perundang-undangan. Semakin majunya perkembangan suatu negara dan semakin
kompleksnya permasalahan kehidupan, tentu memerlukan peraturan perundangundangan yang bisa mengakomodasi dan merepresentasikan kepentingan masyarakat
umum, serta mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]