Pembatalan Hibah Hak Atas Tanah Yang Merupakan Harta Bersama Dalam Perkawinan (Putusan Nomor 0108/Pdt.G/2017/Pta.Bdg)
Abstract
Pada bab 1 dikemukakan latar belakang bahwa, Indonesia merupakan
Negara yang besar, yang terdiri atas berbagai macam suku, agama, ras dan
kepercayaan. Telah diketahui bahwa Islam merupakan agama yang paling banyak
pemeluknya dan mayoritas penduduk dari Negara Indonesia adalah umat Islam.
Terkait itu terdapat aturan hukum yang mengatur khusus bagi yang beragama Islam
yaitu dengan bukti diadakannya Pengadilan Agama dan di Pengadilan Agama ini
hanya menyelesaikan persoalan kaum muslim seperti persoalan dibidang
perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shodaqah. Terkait pelaksanaan
hibah, adakalanya menimbulkan sengketa karena adanya beberapa pihak yang tidak
setuju dengan hibah tersebut, sehingga harus diselesaikan melalui mekanisme di
Pengadilan Agama sebagaimana kajian dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama
Nomor 0108/Pdt.G/2017/PTA.Bdg dengan Pembanding dahulu Tergugat Kepala
Desa Rancamanyar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, melawan Ny.
Emmy Rita Ibrahim binti Ibrahim Thoha dan Ir. Kusman Abdulrachman bin Tjetje
Abdulrachman selaku Terbanding dahulu Penggugat. Rumusan masalah yang akan
dibahas adalah : (1) pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan sebagian
gugatan Pembanding dalam Putusan Nomor 0108/Pdt.G/2017/PTA.Bdg sudah
sesuai dengan ketentuan hibah dalam hukum Islam dan (2) akibat hukum adanya
Putusan Nomor 0108/Pdt.G/2017/PTA.Bdg terhadap para pihak. Metode penelitian
dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya
permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan
dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan
konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan
analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang
sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa : Pertimbangan
hukum hakim dalam mengabulkan sebagian gugatan Pembanding dalam Putusan
Nomor 0108/Pdt.G/2017/PTA.Bdg di atas, dapat penulis kemukakan bahwa sudah
sesuai dengan ketentuan hibah dalam hukum Islam berikut dalam Pasal 210 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam. Pada fakta di persidangan terungkap bahwasanya
penerbitan akta hibah tersebut hanya untuk memenuhi persyaratan pengurusan ijin
pembuatan pasar dan pada saat akta hibah itu dibuat, tanah tersebut masih belum
menjadi milik Penggugat II/Terbanding II sepenuhnya, karena Penggugat
II/Terbanding II mempunyai isteri, yaitu Penggugat I atau Terbanding I yang
seharusnya mendapatkan persetujuan dari isteri terlebih dahulu. Pada proses
pembuatan Akta Hibah tersebut sebenarnya tanah yang dihibahkan itu masih belum
dibayar lunas pembeliannya (dibayar cicil/kredit) dari Bachtiar Maryadi, sebagai
pemilik tanah asal, yang berarti setidak-tidaknya terlebih dahulu mendapat
persetujuan pemilik asal tanah tersebut, maka dengan demikian berarti saat proses
penghibahan tersebut dilakukan, tanah tersebut belum menjadi milik sah
sepenuhnya Penggugat II/Terbanding II, dan tanpa adanya persetujuan Penggugat
I/Terbanding I selaku isteri Penggugat II/ Terbanding II. Akibat hukum adanya
Putusan Nomor 0108/Pdt.G/2017/PTA.Bdg terhadap para pihak, maka segala
macam benda yang telah dihibahkan (Penggugat) harus segera dikembalikan
kepada si penghibah (Tergugat) dalam keadaan bersih dari beban-beban yang
melekat atas barang tersebut. Jadi, seluruh harta yang telah dihibahkan oleh si
pemberi hibah akan kembali menjadi hak miliknya sendiri. Pengembalian ini
dilakukan dengan menyatakan tanah seluas 3.500 m2 yang terletak di Desa
Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Sertifikat Hak Milik
No.326 Desa Rancamanyar, beserta bangunan diatasnya, adalah sebagai harta
bersama para Penggugat (Penggugat I dan Penggugat II).
Bab 4 sebagai penutup menguraikan kesimpulan bahwa, Kepada para pihak
dalam pelaksanaan hibah, hendaknya hibah dilakukan dihadapan notaris, karena
hibah dengan akta notaris mengandung unsur positif manakala di kemudian hari
ada persengketaan menyangkut objek hibah yang dituntut oleh pihak lain. Sengketa
tersebut biasanya terjadi karena ada pihak-pihak yang keberatan atau akan
mengganggu keberadaan harta atau benda hibah tersebut. Keberadaan akta notaris
dalam hal ini bermanfaat dalam mencegah adanya sengketa melalui bukti otentik.
Kepada pemerintah, sebaiknya membuat suatu aturan yang lebih lengkap dan jelas
mengenai pengaturan hibah, khususnya aturan mengenai pembatalan hibah karena
dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum materil dan beracara di Pengadilan
Agama telah memberikan penjelasan secara keseluruhan mengenai ketentuan
praktik hibah, namun tidak mengatur secara lengkap dan spesifik mengenai
pembatalan hibah. Kepada masyarakat, hendaknya keberadaan dan pelaksanaan
hibah sebagai bentuk amal harus senantiasa dilestarikan dalam kehidupan
masyarakat untuk kemaslahatan bersama. keberadaan hibah saat ini hendaknya
dilakukan secara prosedur yang berlaku dalam hukum karena mengandung unsur
positif dalam mencegah adanya sengketa atau permusuhan di kemudian hari karena
adanya perselisihan menyangkut benda yang dihibahkan oleh si penghibah yang
meninggal suatu saat
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]