dc.description.abstract | Latar belakang penyusunan skripsi ini adalah adanya konsekuensinya
dengan hapusnya hak tanggungan maka kreditor hanya sebagai kreditor konkuren
dan tidak lagi sebagai kreditor preferen sehingga piutangnya tidak lagi menjadi
sebagai perlindungan hukum dari hak tanggungan. Di dalam praktek apabila jangka
waktunya habis maka dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) namun hal ini jadi permasalahan. Terkait dengan pemasangan Hak
Tanggungan tersebut sebagaimana lazimnya dalam praktek, Pemberi Hak
Tanggungan (Debitur) biasanya memberikan kuasa untuk membebankan Hak
Tanggungan kepada Kreditor. Hal ini ditempuh karena pada saat akad kredit yang
ditindaklanjuti pencairan pinjaman oleh Kreditor Akte Pemberian Hak Tanggungan
belum ditandatangani, sehingga untuk memudahkan pemasangan Hak Tanggungan
Kreditor menempuh jalan, sebelum akad kredit dilaksanakan debitur supaya
membuat SK MHT kepada Kreditor. Demikian pula terhadap proses perpanjangan
Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya dan dibebani Hak
Tanggungan, dalam prakteknya debitur harus membuat SK MHT kepada kreditor.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah akibat hukum
perjanjian kredit dengan jaminan Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya
sebelum kredit yang dibayarkan lunas ? (2) Apakah hak tanggungan atas sertipikat
Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya dapat dieksekusi dan (3)
Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa antara debitur dan kreditur hak
tanggungan atas sertipikat Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya
sebelum kredit yang dibayarkan lunas.
Tujuan penelitian dalam hal ini adalah Untuk mengetahui dan memahami
(1) akibat hukum perjanjian kredit dengan jaminan Hak Guna Bangunan yang habis
masa berlakunya sebelum kredit yang dibayarkan lunas; (2) eksekusi terhadap hak
tanggungan atas sertipikat Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya dan
(3) bentuk penyelesaian sengketa antara debitur dan kreditur hak tanggungan atas
sertipikat Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya sebelum kredit yang
dibayarkan.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sedangkan
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan
konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan
analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian
dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil kesimpulan bahwa Akibat hukum perjanjian kredit
dengan jaminan Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya sebelum kredit
yang dibayarkan lunas menjadikan kedudukan Bank selaku pemegang Hak
Tanggungan yang pada awalnya berposisi sebagai kreditor preferen sebagai
pemegang jaminan kebendaan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
sebagai perjanjian jaminan kebendaan mempunyai prinsip absolut/mutlak, droit de
suite, droit de preference, spesialitas dan publisitas, maka dengan hapusnya Hak
Tanggungan berubah menjadi kreditor konkuren yang mempunyai hak
perseorangan yang merupakan hak yang timbul dari jaminan umum atau jaminan
yang timbul dari undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131
KUHPerdata. Eksekusi terhadap hak tanggungan atas sertipikat Hak Guna
Bangunan yang habis masa berlakunya tidak dapat dilakukan, kecuali apabila Hak
Guna Bangunan sebelum jangka waktunya berakhir diperpanjang lagi maka Hak
Tanggungan hapus dikarenakan obyek Hak Tanggungan tidak ada lagi dan tidak
ada pengecualian terhadap Hak Guna Bangunan yang diatas Hak Pengelolaan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa debitur tetap berkewajiban
untuk membayar hutangnya kepada kreditur sampai lunas, meskipun HGB habis
masa berlakunya. Agar tidak kehilangan haknya debitur dapat memperpenjang
HGBnya tersebut. Bentuk penyelesaian sengketa antara debitur dan kreditur hak
tanggungan atas sertipikat Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya
sebelum kredit yang dibayarkan lunas perlu ada upaya penyelesaian secara damai
dengan melaksanakan penyelamatan kredit, antara lain melalui penjadwalan
kembali (reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan
kembali (restructuring) atau mungkin dapat melalui upaya alternatif penyelesaian
sengketa seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi atau arbitrase. Namun demikian bila
penyelesaian berupa penyelamatan kredit belum berhasil, upaya yang terakhir yang
ditempuh adalah penyelesaian kredit melalui jalur hukum yaitu dengan pelaksanaan
eksekusi terhadap barang atau benda yang dijaminkan kepada kreditor.
Terkait kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut :
Hendaknya bagi para pihak dalam perjanjian dapat menyelesaikan hak dan
kewajiban masing-masing sehingga tidak melakukan wanprestasi yang merugikan
orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut mengganti kerugian, demikian
halnya dengan debitur yangh menjaminkan tanah dengan status HGB yang akan
habis masa berlakunya, hendaknya dapat memperpanjang HGB tersebut. Tindakan
yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk
mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang dijaminkan yaitu dibuat Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) pada waktu penandatanganan
Perjanjian Kredit, yakni sebelum dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) atas tanah yang akan dijaminkan dan hal tersebut telah dimungkinkan
didalam Pasal 15 UUHT. Kemudian dengan mencantumkan janji-janji untuk
menyelamatkan objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan
disini termasuk untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah
yang diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut.
Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut dapat
dicantumkan kuasa dari pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk memperpanjang jangka waktu hak atas tanah tersebut. Adanya
aturan hukum mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dalam suatu
perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum
bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah sebagai jaminan kredit. Untuk itu, praktik pengikatan kredit dengan
jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan dalam kegiatan perbankan hendaknya
dapat pula dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang Undang
Hak Tanggungan, sehingga pelaksanaannya dapat memperoleh jaminan kepastian
hukum yang kuat. | en_US |