Kekuatan Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Tanpa Adanya Akta Jual Beli
Abstract
Perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak, yaitu
melalui jual beli. Pengertian jual beli dalam pengertian sehari hari dapat diartikan,
dimana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang secara sukarela. Jual beli
yang dimaksud disini adalah jual beli hak atas tanah dalam praktek disebut jual beli
tanah, secara yuridis adalah hak atas tanah bukan tanahnya, memang benar bahwa tujuan
membeli hak atas tanah adalah supaya pembeli dapat secara sah mengusai dan
menggunakan tanah. Semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), maka pengertian jual beli tanah
bukan lagi suatu perjanjian seperti disebutkan dalam Pasal 1457 KUHPerdata melainkan
perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama lamanya yang bersifat tunai, dan
kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yang menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Jual beli tanah harus dilakukan
dihadapan PPAT hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Tidak dapat dipungkiri dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari masih banyak jual beli tanah yang dilakukan anatara
penjual dan pembeli tanpa campur tangan (PPAT), khususnya masyarakat di pedesaan
yang masih awam akan hukum. Pelaksanaan jual beli tanah di pedesaan pada umumnya
masih banyak dilakukan dengan surat jual beli tanah yang dibuat secara di bawah tangan
dihadapan Kepala Desa. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah bukti
jual beli tanah tanpa adanya akta jual beli tanah dapat dipergunakan sebagai alat bukti
kepemilikan hak atas tanah ? dan (2) Bagaimanakah kekuatan hukum kepemilikan hak
atas tanah melalui jual beli tanah tanpa adanya akta jual beli ?. Metode penelitian dalam
penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah
menggunakan pendekatan perundang-undangandan pendekatan konseptual, dengan
bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum.
Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif.
Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian dipergunakan metode analisa bahan
hukum deduktif.
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh hasil bahwa, Alat bukti yang diakui
keabsahan hukumnya adalah akta otentik yaitu akta yang dibuat oleh dan dihadapan oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sedangkan alat bukti pembayaran melalui kwitansi
atau surat keterangan kepala desa merupakan alat bukti yang kekuatan pembuktiannya
dikategorikan sebagai akta di bawah tangan. Perbuatan hukum jual beli tanah hanya
dengan bukti surat keterangan kepala desa atau kwitansi sebagai akta di bawah tangan,
adalah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pengalihan tanah dari pemilik
kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis (juridische levering), yaitu
penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan
syarat dilakukan melalui prosedur telah ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat
oleh/di hadapan PPAT. Tata cara terbitnya akta PPAT sebagai akta otentik sangatlah
menentukan, karenanya apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan adanya
cacat dalam bentuknya karena adanya kesalahan atau ketidaksesuaian dalam tata cara
pembuatannya maka akan mengakibatkan timbulnya risiko bagi kepastian hak yang
timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut. Kekuatan pembuktian alat bukti surat
keterangan dari kepala desa dalam jual beli tanah merupakan bukti-bukti tertulis atas
suatu transaksi dalam jual beli. Surat keterangan dari kepala desa merupakan alat bukti
dibawah tangan, yang pembuktiannya hanya bersifat formil saja, tidak sempurna seperti
akta otentik yang pembuktiannya bersifat formil dan materiil.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikemukakan saran sebagai berikut : Hendaknya
masyarakat dapat menyadari akan arti penting prosedur jual beli hak atas tanah, sebagai
bukti yang kuat apabila terjadi sengketa sebagaimana contoh kasus. Prosedur jual beli
dalam hal ini harus dilaksanakan di pejabat yang berwenang. pemerintah dapat
melakukan sosialisasi terhadap prosedur pelaksanaan jual belik hak atas tanah, sebab
pada kenyataannya khususnya pada masyarakat di pedesaan prosedur jual beli tanah
yang banyak terjadi adalah dengan cara di bawah tangan, sehingga merugikan pembeli
di kemudian hari jika timbul persengketaan. Perlu pembinaan dan sosialisasi secara
terpadu dan terus menerus tentang pendaftaran tanah khususnya prosedur pelaksanaan
jual beli tanah kepada masyarakat khususnya Kepala Desa beserta perangkatnya oleh
Kantor Badan Pertanahan dan Kantor Kecamatan untuk terciptanya kepastian hukum
ditengah-tengah masyarakat dan meningkatkan pemahaman Kepala Desa dan
perangkatnya tentang Hukum Pertanahan Nasional.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]