dc.description.abstract | Penulisan skripsi ini pada dasarnya dilatar belakangi dengan banyaknya
perkawinan beda kewarganegaraan yang terjadi di Indonesia. Perkawinan berbeda
kewarganegraan antara WNI dengan WNA dapat dikategori sebagai perkawinan
campuran, yang sangat dimungkinkan juga perbedaan agama. Setiap Perkawinan
memiliki konsekuensi hukum atau akibat hukum tidak hanya antara suami dan
istri juga terhadap orang tua maupun anak serta pengaturan mengenai harta
perkawinan. Akibat hukum terkait harta perkawinan, menjadikan permasalahan
tersendiri bagi calon suami istri, dibutuhkan kesepakatan apakah ada percampuran
harta atau pemisahan harta perkawinan. Calon suami istri yang berkeinginan
untuk memisahakan harta perkawinan mereka dapat membuat perjanjian
perkawinan sebagaimana diatur dalam aturan perundang-undangan. Dalam
pembuatan Perjanjian perkawinan harus memenuhi norma yang diatur dalam
pada pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian. Apabila syarat
sahnya suatu perjanjian tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum sebagai suatu konsekuensi perjanjian.
Perjanjian perkawinan dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila memenuhi
kualifikasi pertama tidak terpenuhinya syarat subjektif, yaitu kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya atau karena ketidakcakapan untuk membuat suatu
perikatan, berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar). Kedua
tidak dipenuhinya syarat objektif, suatu hal tertentu atau suatu sebab yang halal,
berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum (nietig). Kasus perjanjian
perkawinan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian serta dikualifikasikan
adanya itikad tidak baik dalam pembuatannya, dalam hal ini diperkuat dengan
menganalisa putusan pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor :
526/Pdt/G/2012/PN.Jkr.Sel. | en_US |