Kedudukan Hukum Anak Laki-Laki terhadap Harta Warisan sesuai dengan Sistem Kekerabatan Matrilinial pada Masyarakat Adat Minangkabau di Desa Sungai Cubadak Kecamatan Akabiluru Kabupaten 50 Kota
Abstract
Bab I berisikan tentang Latar Belakang dimana menjelaskan hukum adat waris merupakan suatu aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat yang mana setiap masyarakat kekerabatannya berbeda-beda. Desa Sungai Cubadak merupakan salah satu desa yang masih memegang dengan baik terhadap adat yang sudah ada dari dahulu. Setiap daerah diminangkabau hamper memiliki kesamaan terhadap adat yang dipakai. Jadi Adat Sungai Cubadak tidak memilik perbedaan dengan daerah lain. Dimana di Minangkabau semua daerah menerapkan sistem adat Matrilinial atau berdasarkan keturunan ibu. Tujuan Penelitian dalam Skripsi ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus dan Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tipe penelitian, pendekatan penelitian, sumber data yang diperoleh. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk mendapatkan data yang valid dimana dengan mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh adat yang ada di desa Sungai Cubadak.
Bab II berisikan tentang tinjauan pustaka dimana menjelaskan secara umum tentang rumusan masalah yang sudah ada. Pertama menjelaskan Sistem pewarisan hukum adat bahwa masyarakat di Minangkabau menganut sistem kekeluargaan matrilineal, dimana warisan tersebut diwariskan secara turun- temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya yang berdasarkan dengan keturunan ibu; Kedua menjelaskan kedudukan anak laki laki terhadap harta bawaan menurut hukum adat bahwa dimana anak laki-laki di Minangkabau tidak berhak terhadap harta bawaan dari ayah, sedangkan harta bawaan ibu laki-laki hanya berhak mengelola saja.; Ketiga menjelaskan tentang kedudukan anak laki-laki terhadpa harta pusak tinggi dan harta pusaka rendah menurut hukum adat bahwa kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka tinggi juga tidak mendapat hak terhadap harta warisan tersebut dan hanya anak perempuan yang berhak terhadap harta tersebut sedang untuk harta pusaka rendah anak laki-laki mendapatkan hak yang lebih besar dari pada perempuan untuk harta warisan tersebut sebagaimana dibagikan berdasarkan hukum islam.
Bab III berisikan tentang pembahasan dimana menjelaskan jawaban terhadap rumusan masalah secara rinci di daerah Sungai Cubadak yang mana berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan. Pertama, mengenai sistem pewarisan menurut hukum adat di desa Sungai Cubadak bahwa pewarisan dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sesuai dengan keturunan ibu; kedua, mengenai kedudukan anak laki-laki dalam sistem pembegian waris pada masyarakat adat Sungai Cubadak terhadap harta bawaan bahwa di desa sungai cubadak anak laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta bawaan tersebut, dan perempuan hanya berhak terhadap harta bawaan ibu. Apabila pewaris meninggal maka warisan tersebut akan diwariskan kepada isteri yang man telah mendampingi hidupnya, dan ketika isteri meninggal harta tersebut akan kembali kapada saudara atau anggota keluarga pewaris (suami); kettiga, mengenai kedudukan anak laki-laki dalam sistem pembagian waris pada masyarakat adat Sungai Cubadak terhadap harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah bahwa untuk harta pusaka tinggi anak laki-laki di Sungai Cubadak tidak berhak mendapatan harta warisan tersebut, anak laki-laki hanya berhak menjaga harta warisan tersebut. Kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka rendah bahwa anak laki-laki mendapatkan warisan yang lebih besar dari perempuan dimana pembagiannya duapertiga untuk laki-laki dan sepertiga untuk perempuan. Harta pusaka rendah tersebut sebelum diwariskan dilakukan musyawarah adat tentang pembagian harta warisan tersebut, itu semua dilakukan agar tidak terjadinnya perselisahan nantinya terhadap harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris.
Bab IV berisikan tentang Kesimpulan dari penulisan, yang mana sebagai berikut : pertama, Hukum waris di desa adat Sungai Cubadak ini memiliki persamaan dengan desa-desa lain di Minangkabau. Masyarakat ini menganut sistem pewarisan kolektif yang mana semua harta warisan dibagi-bagikan kepada ahli waris berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat. Masyarakat di Minangkabau pada umummna menganut sistem kekeluargaan matrilineal, yang mana masyarakat desa libih mengutamakan perempuan dalam hal pewarisan yang akan dilakukan, karena di Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu. Maka harta warisan di Sungai Cubadak akan diturunkan kepada perempuan, terkecuali terhadap harta pusaka rendah; kedua, kedudukan laki-laki terhadap harta bawaan yang ditinggalkan oleh pewaris di masyarakat Sungai Cubadak, dimana laki-laki dan perempuan tidak memiliki hak milik terhadap harta bawaan dari ayah, sedangkan untuk harta bawaan ibu hanya untuk perempuan saja, apabila pewaris meninggal (suami) maka harta bawaan tersebut akan dikuasai oleh isteri karena telah mendampingi selama kehidupannya. Jika nantinya isteri juga meninggal maka harta pewaris (suami) tersebut akan kembali kepada anggota keluarga laki-laki; dan ketiga, Kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah di sungai cubadak yakni untuk harta pusak tinggi laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta tersebut, laki-laki hanya menjaga harta tersebut apabila sudah diwariskan kepada perempuan, dan untuk harta pusaka rendah laki-laki memperoleh warisan lebih banyak dimana laki-laki mendapat bagian duapertiga dan perempuan satupertiga dari harta warisan. Pembagian warisan tersebut dilakukan dengan musyawarah dan mufakat dahulu, agar tidak terjadinya perselisihan yang akan terjadi.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]