Kedudukan Kreditur Terhadap Benda Jaminan Yang dibebani Hak Tanggungan Apabila Terjadi Perceraian
Abstract
Perjanjian kredit yang dilakukan oleh kreditur dengan debitur merupakan suatu bentuk hubungan hukum, dimana debitur membebankan jaminan berupa benda tidak bergerak dalam bentuk Hak Tanggungan. Perjanjian kredit yang dilakukan oleh debitur mensyaratkan adanya tanda tangan isteri atau suami. Berdasarkan hal tersebut ada kasus dimana suami mengajukan permohonan kredit ke bank dengan jaminan rumah dan tanah yang merupakan harta bersama dalam perkawinan. Selanjutnya dibuat perjanjian kredit antara debitur dan kreditur, sedangkan jaminan kredit diikat dengan hak tanggungan. Perjanjian kredit antara debitur dan kreditur dalam jangka waktu 5 (lima) tahun yang mana dilakukan pembayaran secara angsuran. Akan tetapi, sebelum kredit lunas atau belum sampai 5 (lima) tahun, isteri menggugat cerai suami. Karena objek yang dijaminkan adalah harta bersama maka pada saat perceraian harus dibagi diantara kedua belah pihak yaitu suami dan isteri karena isteri merasa khawatir atas benda yang dijaminkan di bank akan disita oleh bank apabila suami wanprestasi maka isteri mengajukan sita atas objek kredit tersebut ke pengadilan. Apabila sita yang diajukan oleh isteri debitur dikabulkan, maka akan berdampak kepada hak kreditur terhadap objek jaminan hak tanggungan. Berdasarkan hal tersebut maka ada suatu isu hukum yang menarik terkait langkah isteri menggugat sita objek jaminan, sehingga menarik untuk dikaji tentang perlindungan hukum kepada kreditur sebagai fokus dari penelitian ini. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) dasar hukum pembebanan jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit ; (2) kedudukan benda yang dijaminkan apabila suami atau istri pada masa jangka waktu kredit bercerai (3) kedudukan kreditur terhadap benda jaminan apabila suami atau isteri bercerai sebelum kredit lunas. Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pembahasan bahwa, Pendaftaran hak tanggungan sangat penting bagi pemegang hak tanggungan (pihak yang memberikan pinjaman dengan jaminan tanah) karena dengan didaftarkannya hak tanggungan tersebut kedudukannya menjadi kuat secara hukum. Dengan demikian pihak yang paling berkepentingan atas pendaftaran hak tanggungan adalah pihak pemegang hak tanggungan. Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit. Berdasarkan hasil kesimpulan diperoleh hasil bahwa Pertama Dalam Pasal 36 ayat (1) Undang Undang Perkawinan mengatur bahwa mengenai harta bersama suami dan isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Oleh karena itu suami atau isteri dapat menggunakan atau melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama mereka, tetapi dengan syarat harus ada persetujuan dari pihak lainnya (suami/isteri) karena ada hak pihak tersebut juga diatasnya. Kedua, Berdasarkan penegasan dalam Pasal 91 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam tersebut sudah jelas bahwa terhadap harta bersama dapat dipergunakan sebagai salah satu bentuk jaminan kepada bank sebagai salah satu pemenuhan persyaratan pemenuhan kredit. Apabila terjadi perceraian, terhadap harta bersama atau syirkah akan dibagi sama banyak atau seperdua bagian antara suami dan istri, hal ini dapat dilakukan langsung atau dengan bantuan pengadilan. Ketiga, Mengenai harta bersama, suami dan isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Hal ini berarti wewenang atau kekuasaan atau hak suami dan isteri sama besarnya. Oleh karena itu suami atau isteri dapat menggunakan atau melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama mereka. Demikian halnya apabila dalam masa pembayaran angsuran kredit terjadi perceraian, dalam hal ini, pemenuhan hutang menjadi tanggung jawab bersama bila masih dapat diangsur sampai lunas karena termasuk kewajiban bersama. Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran, Pertama Hendaknya bagi para pihak dalam perjanjian dapat menyelesaikan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak melakukan wanprestasi yang merugikan orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut mengganti kerugian. Kedua Hendaknya dalam menangani masalah kredit macet perlu ada upaya penyelesaian secara damai oleh kedua belah pihak dalam hal ini dengan melaksanakan penyelamatan kredit, antara lain melalui penjadwalan kembali (reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring) atau mungkin dapat melalui upaya alternatif penyelesaian sengketa seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi atau arbitrase. Namun demikian bila penyelesaian berupa penyelamatan kredit belum berhasil, upaya yang terakhir yang ditempuh adalah penyelesaian kredit melalui jalur hukum yaitu dengan pelaksanaan eksekusi terhadap barang atau benda yang dijaminkan kepada kreditor. Ketiga, Adanya aturan hukum mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit. Untuk itu, praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan dalam kegiatan perbankan hendaknya dapat pula dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang Undang Hak Tanggungan, sehingga pelaksanaannya dapat memperoleh jaminan kepastian hukum yang kuat.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]