dc.description.abstract | Dalam undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 28 ayat (2) dan Jo Pasal 45 merupakan ketentuan yang mulai digunakan dalam kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA . Walaupun ada ketentuan pidana dalam KUHP dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi Rasial), namun pasal-pasal dalam UU ITE sering digunakan terkait Penyebar kebencian berbasis SARA di dunia maya . Dalam Pertanggungjawaban Pidana, Tanggung Jawab didefinisikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Teori tradisional menjelaskan dua jenis tanggung jawab, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggungjawaban mutlak, yang merupakan suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila dia sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya sesuai dengan asas pertanggungjawaban pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kelasahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea). Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis perbuatan hukum materiil terdakwa dan menjelaskan unsur-unsur ujaran kebencian dan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana saksi B terhadap putusan Nomor : 58/Pid.Sus/2019/PT.DKI.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif (Legal Research) dengan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode deduktif, yaitu menyimpulkan pembahasan dari hal yang mulanya bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa hasil pembahasan : Pertama dalam Putusan Nomor : 58/Pid.Sus/2019/PT.DKI bahwa terdakwa AD melakukan perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian dengan cara terdakwa mengirimkan kalimat pesan Whatsapp (WA) kepada saksi B yang kemudian oleh saksi B diunggah ke akun Twitter milik terdakwa. Saksi B bekerja sebagai admin yang bertugas untuk mengunggah tulisan-tulisan terdakwa yang dikirim oleh terdakwa melalui pesan Whatsapp (WA), saksi B mendapatkan upah dari terdakwa sebesar Rp.2.000.000. Beberapa kalimat yang diunggah di akun twitter terdakwa adalah sebagai berikut ; “Yg menistakan Agama si Ahok ... Yang diadili KH. Ma’ruf Amin.”. “Siapa saja yang dukung Penista Agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya”. “Sila pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur...kalian WARAS???”. Bahwa kalimat dari terdakwa tersebut sudah menggambarkan ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok atau golongan dan ada yang terserang dalam adanya tulisan tersebut di akun twitter terdakwa, apabila ditinjau dari pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan transaksi Elektronik maka unsur ujaran kebencian terpenuhi didukung dengan pasal 28J UUD 1945 dan KUHP. Kedua Karena terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana secara sendirian melainkan saksi B yang memposting tulisan tersebut di akun twitter terdakwa maka perbuatan hukum materil terdapat dalam saksi B. Mengenai pertannggungjawaban saksi B dalam melakukan perbuatan tersebut, karena adanya hubungan kerja antara terdakwa dan saksi B maka dalam mewujudkan tindak pidana termasuk ke dalam kategori penganjuran dengan menggunakan upaya-upaya yang telah disebutkan dalam pasal 55 ayat (1) ke-2.
Berdasarkan Hal tersebut ditemukan saran Pertama, untuk menentukan suatu perbuatan pidana ujaran kebencian alangkah lebih baiknya mengkaji dan menganalisis unsur ujaran kebencian tersebut tidak hanya dalam undang-undang ITE saja namun terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan ujaran kebencian salah satunya terdapat dalam pasal 28J UUD 1945 dan KUHP dan untuk para penegak hukum untuk lebih memperhatikan Surat Edaran Kapolri SE/6/X/2015 untuk dapat mengkategorikan ujaran kebencian dalam bentuk apapun. Kedua, bahwa dalam kajian lebih tepatnya untuk diterapkan pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP karena dalam analisis penulis perbuatan tersebut masuk kedalam perbuatan penganjuran yang dilakukan dengan upaya-upaya penganjuran yang telah disebutkan dalam pasal 55 ayat (1) ke 2 dan dalam perbuatan penganjuran ini orang yang menganjurkan dan orang yang dianjurkan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. | en_US |