Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Izin Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun
Abstract
Limbah memiliki banyak jenis yang salah satunya adalah limbah bahan
berbahaya beracun (B3). Pengaturan hukum tentang pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) telah diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UUPPLH serta Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut
PP Pengelolaan Limbah B3. Untuk Bahan Berbaya dan Beracun diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun
yang selanjutnya disebut PP B3. Dalam pengelolaan limbah B3 ini, prinsip pengelolaan
dilakukan secara khusus yaitu from cradle to grave atau pencegahan pencemaran yang
dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur
(dihasilkan, dikemas, digudangkan/ penyimpanan, ditransportasikan, dikubur).
Rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana pengaturan sanksi
administrasi terhadap pelanggaran izin pengelolaan limbah B3 dan bagaimana
penerapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran izin pengelolaan limbah B3.
Tujuan penelitian ini mengetahui sanksi administrasi dan penerapannya terhadap
pelanggaran izin pengolahan dan pemanfaatan limbah B3.
Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang akan penulis
hubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok utama pembahasan.
Pokok dalam pembahasan adalah dalam PP Pengelolaan Limbah B3 mengatur tentang
pengawasan dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yaitu
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengawasan terhadap Pengelolaan B3 dan Limbah B3. Dalam tuntutan hukum, Limbah
B3 tergolong dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang atau perusahaan
dapat dikenakan tuntutan perdata dan pidana lingkungan sesuai dengan UUPPLH
karena cara mengelola Limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan, tanpa perlu
dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut telah mencemari linkgkungan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan diberlakukannya peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup, maka pengelolaan limbah B3 dapat dimonitor
dengan baik.Sanksi administrasidalam pengaturan pengelolaan limbah B3 sangatlah
penting sifatnya mengingat sanksi administrasi merupakan instrumen hukum yang
paling efektif bagi pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun
demikian, pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan akibat limbah B3
melalui instrumen administrasi hendaknya tidak hanya sebatas pada pelanggaran
ketentuan-ketentuan administrasi semata, melainkan juga perlu dikembangkan
mekanisme pencegahan yang sifatnya memberdayakan masyarakat luas. Limbah memiliki banyak jenis yang salah satunya adalah limbah bahan
berbahaya beracun (B3). Pengaturan hukum tentang pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) telah diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UUPPLH serta Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut
PP Pengelolaan Limbah B3. Untuk Bahan Berbaya dan Beracun diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun
yang selanjutnya disebut PP B3. Dalam pengelolaan limbah B3 ini, prinsip pengelolaan
dilakukan secara khusus yaitu from cradle to grave atau pencegahan pencemaran yang
dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur
(dihasilkan, dikemas, digudangkan/ penyimpanan, ditransportasikan, dikubur).
Rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana pengaturan sanksi
administrasi terhadap pelanggaran izin pengelolaan limbah B3 dan bagaimana
penerapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran izin pengelolaan limbah B3.
Tujuan penelitian ini mengetahui sanksi administrasi dan penerapannya terhadap
pelanggaran izin pengolahan dan pemanfaatan limbah B3.
Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang akan penulis
hubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok utama pembahasan.
Pokok dalam pembahasan adalah dalam PP Pengelolaan Limbah B3 mengatur tentang
pengawasan dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yaitu
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengawasan terhadap Pengelolaan B3 dan Limbah B3. Dalam tuntutan hukum, Limbah
B3 tergolong dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang atau perusahaan
dapat dikenakan tuntutan perdata dan pidana lingkungan sesuai dengan UUPPLH
karena cara mengelola Limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan, tanpa perlu
dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut telah mencemari linkgkungan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan diberlakukannya peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup, maka pengelolaan limbah B3 dapat dimonitor
dengan baik.Sanksi administrasidalam pengaturan pengelolaan limbah B3 sangatlah
penting sifatnya mengingat sanksi administrasi merupakan instrumen hukum yang
paling efektif bagi pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun
demikian, pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan akibat limbah B3
melalui instrumen administrasi hendaknya tidak hanya sebatas pada pelanggaran
ketentuan-ketentuan administrasi semata, melainkan juga perlu dikembangkan
mekanisme pencegahan yang sifatnya memberdayakan masyarakat luas. Saran penulisan dalam permasalahan yang telah dijabarkan adalah pengaturan
hukum yang berkaitan dengan pengelolaan B3 perlu segera ditindaklanjuti dengan
dibentuknya undang-undang tersendiri yang mengatur secara lengkap dan rinci tentang
pengelolaan B3 dan limbah B3. Penerapan sanksi administrasi izin pengelolaan limbah
B3 dilakukan melalui pemerintah,yang perlu melakukan pengawasan secara efektif
melalui langkah-langkah pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap segala bentuk
aktivitas manusia dan korporasi dalam melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan limbah B3
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]