dc.description.abstract | Pada Zaman modern seperti sekarang ini, perjodohan sebagai jembatan
menuju Perkawinan masih saja banyak terjadi dalam masyarakat.Dan banyak juga
yang melakukan perkawinan tersebut karena adanya paksaan dari pihak keluarga,
sehingga tak jarang berujung dengan Pembatalan Perkawinan.Karena itu penulis
ingin mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul
“Permohonan Pembatalan Perkawinan yang dilakukan suami dikarenakan adanya
paksaan dari pihak keluarga (studi kasus Penetapan No. 0081/Pdt.P/2015/PA.Sit.
Penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : pertama, apakah
ada batas waktu untuk mengajukan pembatalan perkawinan yang dilakukan secara
paksa? kedua,Apa akibat hukum pembatalan perkawinan yang diajukan melebihi
batas waktu ? Ketiga, Apa dasar pertimbangan hukum hakim dalam perkara
Permohonan No. 0081/Pdt.P/2015/PA.Sit? Tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah untuk Memenuhi dan melengkapi tugas sebagai persyaratan yang telah
ditentukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jember ,Memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu
hukum yang bermanfaat bagi almamater dan masyarakat pada umumnya. Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan ini meliputi tipe penelitian Yuridis
Normatif dengan menggunakan pendekatan Konseptual. Bahan hukum yang
digunakan yakni meliputi Bahan hukum Primer yaitu Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan., Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, Penetapan No.
0081/Pdt.P/2015/PA.Sit, dan bahan hukum sekunder meliputi buku-buku yang
berkaitan dengan hukum dan juga informasi melalui internet.
Tinjauan Pustaka dari skripsi ini membahas yang pertama mengenai
Perkawinan, pengertian perkawinan, tujuan perkawinan,syarat sah perkawinan,
yang kedua tentang Pembatalan perkawinan, yakni apa pengertian batal menurut
hukum, pengertian pembatalan perkawinan, dan pihak yang dapat mengajukan
pembatalan perkawinan, yang terakhir adalah mengenai unsur paksaan yaitu
pengertian paksaan dan apa saja unsure-unsur paksaan itu.
Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah jawaban disertai uraian atas
rumusan pokok permasalahan yang dipaparkan dalam bentuk sub bab sesuai
dengan pokok permasalahan yang telah ditentukan, yaitu menjelaskan tentang
Batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan yang dilakukan secara paksa,
akibat hukum pembatalan perkawi nan yang diajukan melebihi batas waktu,
pertimbangan hukum hakim dalam perkara permohonan No.
0081/Pdt.P/2015/PA.Sit.
Kesimpulan yang diambil oleh penulis dalam skripsi ini adalah Pertama,
Perkawinan yang terjadi antara Pemohon dan Termohon adalah Perkawinan yang
dilakukan secara terpaksa.Dalam kasus ini, pemohon beranggapan dia
melangsungkan perkawinan dengan dalih untuk memenuhi permintaan kedua
orang tua dari kedua belah pihak dan paksaan dari si Termohon. Dalam
Pernikahan yang berlangsung, Pemohon tidak bisa merasakan cinta terhadap
Termohon, yang oleh karenanya, di buatlah Permohonan Pembatalan perkawinan
yang didaftarkan ke PA Situbondo pada tanggal 25 Mei 2015. Disini dapat dilihat
bahwa pengaturan mengenai jangka waktu pembatalan perkawinan yang
dilakukan secara paksa telah diatur di dalam pasal 27 Ayat (3) UUP yang
menyatakan “Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadarai keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu
masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.”Kedua, Pembatalan
perkawinan tentu saja memiliki batas waktu untuk mengajukan pembatalan
perkawinan. Merujuk pada Jangka waktu Pengajuan pembatalan perkawinan
yang terdapat di dalam pasal 27 ayat 3 Undang – Undang No 1 Tahun 1974
disebutkan “Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih
tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.” Maka sudah
sangatlah jelas, permohonan pembatalan perkawinan yang melebihi batas waktu
tidak dapat dilakukan, karena Hak dari Pemohon telah gugur.Ketiga,
Pertimbangan Hukum Hakim dalam Permohonan Pencabutan Perkara No.
0081/Pdt.P/2015/PA.Sit yakni, adanya niatan Pemohon untuk membina Rumah
Tangganya dengan Termohon, dan Pemeriksaan masih dalam proses perdamaian,
maka Majelis Hakim memutuskan mengabulkan Permohonan pencabutan Perkara
Tersebut, sehingga Keadaan kembali seperti semula, seperti pada saat Pemohon
belum mellakukan permohonan Pembatalan Perkawinan. Saran pada skripsi ini
yaitu Pertama,Hendaknya Pengaturan mengenai batas waktu pembatalan
perkawinan lebih dikhususkan lagi, dan dibagi menjadi bagian -bagian
berdasarkan apa yang menjadi sebab, suatu perkawinan itu dapat dibatalkan,
sehingga tidak hanya berfokus pada pasal 27 ayat 3 Undang – Undang No 1
Tahun 1974Kedua,Hendaknya pengaturan mengenai akibat hukum permohonan
pembatalan perkawinan yang melebihi batas waktu dikaji kembali, karna masih
banyak kasus dalam masyarakat yg baru menyadari adanya hal-hal yang
mengakibatkan batal atau dapat dibatalkannya perkawinannya, pada saat telah
lewat jangka waktu pengajuan pembatalan perkawinan (lewat 6 bulan) | en_US |