Dukun Pandhita Dan Pelestarian Budaya Lokal (Studi Tentang Suku Tengger Di Desa Wonokitri)
Abstract
Pentingnya penelitian ini dilatarbelakangi oleh terbentuknya sikap hidup konservatif dan
konsistensi suku Tengger Wonokitri dalam menjalankan ritual adat dan kebiasaan hidup
sesuai ajaran leluhur. Sikap hidup konsisten ini senyatanya juga dipengaruhi oleh adanya
peran dukun Pandhita yang diketahui sebagai pemimpin ritual adat, juga sebagai seorang
yang memberikan kontrol sosial bagi masyarakatnya. Meski dalam realita hidup suku
Tengger Wonokitri dihadapkan oleh adanya pengaruh perkembangan modernitas dan
pariwisata. Oleh sebab itu, upaya pelestarian budaya lokal penting untuk dilakukan.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dukun Pandhita
dalam kontrol sosial sebagai upaya pelestarian budaya lokal suku Tengger di Desa
Wonokitri?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran dukun
Pandhita dalam kontrol sosial sebagai upaya pelestarian budaya lokal suku Tengger di Desa
Wonokitri. Penelitian dilakukan di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dan pendekatan etnografi. Teknik yang
digunakan untuk menentukan informan yakni teknik snow ball. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian adalah sumber data primer dan sekunder. Untuk mengkaji fenomena yang
ada, penulis menggunakan teori tindakan sosial dan menfokuskannya dengan konsep
tindakan tradisional Max Weber.
Hasil penelitian menunjukkan, dalam upaya pelestarian budaya lokal dukun Pandhita
melakukan penanaman nilai dan pencegahan (preventif). Upaya pencegahan tersebut adalah
melalui Ritual Pujan Barian dukun membacakan Mantra Tolak Balak, Ngepras atau bersih
desa. Ritual Santi Aji dukun memberikan nasehat dan bimbingan pengetahuan tentang Banten
atau Sajen, selain itu bersama dengan kepala desa dan tokoh agama sebagai pemantap tujuan
dalam setiap kegiatan masyarakat. Ritual Upacara Jumat Legi, dukun sebagai penghantar
do‟a pada leluhur, memberikan bimbingan untuk tetap bertanggung jawab dan mengingat
leluhur. Terbentuknya kelompok tani konservasi Edelweiss Hulun Hyang, dukun sebagai
pemantap kegiatan, pembinaan setiap satu bulan atau dua bulan bagi masyarakat terkait
pelestarian Edelweiss. Peran dukun dalam penghormatan pada bintang, tumbuhan serta
Pelinggih adalah pembaca mantra-mantra ritual Cokbakali untuk menentukan tempat yang
tempat, dan melalui Dharmawacana memberi pesan untuk berpedoman pada Tri Hita
Karana. Selain itu terdapat upaya pengendalian sosial secara represif, berupa penanaman nilai
budaya untuk memegang teguh adanya hukum Karma Pala berasal dari Sang Hyang Widhi,
peran dukun dalam hal ini adalah melakukan Upakara Pras. Sedangkan dalam menghadapi
penyimpangan berat yang berlaku adalah hukum formal, dalam hal ini dukun Pandhita
berperan sebagai mediator. Dukun juga memiliki kewenangan tertentu dalam pemantap
keputusan, aturan, maupun denda sosial bagi pelanggar berat aturan adat yang ada.