Show simple item record

dc.contributor.advisorSUDARYANTO, Totok
dc.contributor.advisorMUHSHI, Adam
dc.contributor.authorSARASWATI, Lovita Gita Ayu
dc.date.accessioned2019-11-21T03:47:46Z
dc.date.available2019-11-21T03:47:46Z
dc.date.issued2018-07
dc.identifier.nimNIM140710101370
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id//handle/123456789/94516
dc.description.abstractTujuan dilakukannya analisis skripsi ini secara khusus adalah untuk mengetahui dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan penggugat dalam hal putusan yang inkracht van gewijsde dan untuk mengetahui dan memahami apakah presiden dapat menjatuhkan sanksi terhadap kepala daerah yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang inkracht van gewijsde. Metode Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan berbagai bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum untuk mendukung analisis yang dilakukan. Adapun hasil pembahasan dan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yakni: Pertama, Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan penggugat dalam hal putusan yang inkracht van gewijsde tidak dilaksanakan oleh kepala daerah, bagi penggugat dapat menggunakan landasan untuk memohon kepada ketua pengadilan adalah Pasal 116 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Kriteria untuk memberlakukan Pasal 116 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah harus terlebih dahulu memenuhi maksud dari ketentuan Pasal 116 ayat (3), yang menetapkan jangka waktu kapan suatu putusan PTUN itu dianggap tidak dilaksanakan. Kedua,Tindakan Presiden terhadap kepala daerah yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang inkracht van gewijsde Presiden didudukkan sebagai pemegang pemerintahan tertinggi namun kewenangan Presiden dalam Pasal 116 ayat (6) tersebut hanya menyangkut pada hal (peristiwa) Pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang inkracht van gewijsde. Penegasan kewenangan Presiden secara Implisit dalam Pasal 116 ayat (6) demi memberi perlindungan hukum. Presiden dapat memberikan sanksi teguran dan pemanggilan kepada Kepala Daerah untuk dimintai keterangan yang tidak melaksanakan putusan TUN, apabila kepala daerah masih tidak mengidahkan teguran tersebut maka presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mendapat usulan dari DPRD sebagai fungsi pengawas, dapat melakukan pemberhentian kepada Kepala Daerah atas dasar tidak mematuhi kewajiban dan larangan sebagai kepala daerah, sekaligus melanggar sumpah jabatan sesuai Pasal 27, 28 dan Pasal 110 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004. Saran dari penelitian ini yaitu pertama, untuk penggugat dalam berperkara di pengadilan Tata Usaha Negara, agar dalam petitum Gugatannya mencantumkan permintaan upaya paksa untuk mengantisipasi putusan tidak dilaksanakan oleh tergugat. Kedua, Agar semua ini dikembalikan kepada kesadaran sikap dan moral Kepala Daerah yang seharusnya dapat menaati dan melaksanakan putusan TUN sebagaimana amar putusan tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries140710101370;
dc.subjectInkracht van Gewijsdeen_US
dc.titleUpaya Penyelesaian Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Yang Inkracht Van Gewijsde Tidak Dilaksanakan Oleh Kepala Daerahen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record