Perlindungan Konsumen Kosmetik atas Beredarnya Minyak Wangi Isi Ulang yang Berbahaya
Abstract
Kegiatan ekonomi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan primer,
sekunder, maupun tersier. Berkembang dan semakin majunya teknologi kemudian
mendorong pula peningkatan volume produksi barang dan jasa. Produk barang
dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin
lama juga semakin canggih, hal ini dapat mengakibatkan semakin rendahnya daya
tanggap konsumen terhadap kebenaran informasi dari suatu produk. Kondisi
tersebut kemudian menempatkan konsumen dalam posisi yang rendah.
Kosmetik merupakan cara yang dinilai paling ampuh agar wanita dapat
mempercantik diri. Kosmetik memang mempunyai andil yang cukup besar dalam
mengubah penampilan seseorang untuk menjadi lebih baik. Kosmetik merupakan
salah satu kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindarkan terutama bagi kaum
wanita.Kosmetik terbagi menjadi beberapa jenis. Minyak wangi termasuk salah
satu jenis kosmetik yang memiliki aroma bermacam-macam yang tidak hanya
diminati oleh kaum wanita tetapi semua kalangan juga memakai minyak wangi
untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri dan memperbaiki bau badan.
Penjualan minyak wangi isi ulang yang banyak beredar di Indonesia
ternyata menyimpan bahaya tertentu bagi penggunanya. Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) menemukan minyak wangi isi ulang mengandung kadar
methanol yang sangat tinggi dan bisa membuat iritasi kulit hingga kebutaan.Hasil
pengawasan BPOM dari 75 sampel yang diambil 40 persennya tidak memenuhi
syarat karena methanolnya tinggi sehingga membahayakan bagi konsumen yaitu
jika terkena mata bisa buta, jika terhirup bisa sesak nafas dan jika terkena kulit
pada saat menyemprotkan bisa iritasi bahkan efek samping tersebut bisa dirasakan
dalam jangka pendek ketika terjadi kontak langsung.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, Penulis tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN TERHADAP
KONSUMEN KOSMETIK ATAS BEREDARNYA MINYAK WANGI ISI
ULANG YANG BERBAHAYA”.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini ada dua yaitu : pertama, apa
bentuk perlindungan hukum bagi konsumen kosmetik atas beredarnya minyak
wangi isi ulang yang berbahaya?. Kedua, bagaimana upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh konsumen kosmetik atas beredarnya minyak wangi isi ulang yang
berbahaya?.
Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu tugas dan persyaratan akademik untuk mendapatkan gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Tujuan khususnya
yaitu untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi konsumen kosmetik atas
beredarnya minyak wangi isi ulang yang berbahaya, untuk mengetahui upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen kosmetik atas beredarnya minyak
wangi isi ulang yang berbahaya.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi tipe penelitian
yuridis normatif dan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan
perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach), sumber bahan hukum meliputi bahan hukum primer, sekunder, bahan
non hukum, dilanjutkan dengan analisa bahan hukum.
Tinjauan pustaka dari penulisan skripsi ini yaitu pertama, perlindungan
konsumen. Kedua, konsumen. Ketiga, pelaku usaha. Keempat, kosmetik. Kelima,
minyak wangi.
Hasil dari pembahasan skripsi ini, Pertama, bentuk perlindungan terhadap
konsumen atas beredarnya minyak wangi isi ulang berbahaya yang
mengakibatkan kerugian bagi konsumen adalah adanya regulasi yang mengatur
tentang hak-hak konsumen yaitu Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Larangan pelaku usaha dalam memproduksi minyak wangi isi ulang
yang berbahaya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang
Perlindungan Konsumen,secara khusus pelaku usaha dalam memproduksi minyak
wangi harus berpedoman pada Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika. Kemudian pemerintah juga berhak melakukan
pembinaan dan pengawasandiatur dalam Pasal 29 dan 30 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen. Pelaku usaha yang dalam memproduksi minyak wangi isi ulang tidak
sesuai peraturan maka dapat dikenaiganti rugi, denda, sanksi administrasi, sanksi
perdata, dan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 61,62, dan 63 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Kedua, upaya hukum
yang dapat ditempuh oleh konsumen yang telah dirugikan akibat peredaran
minyak wangi isi ulang yang berbahaya ada dua yaitu melalui penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yaitu melalui BPSK dan penyelesaian sengketa di
pengadilan yaitu mengacu pada ketentuan-ketentuan peradilan umum.
Saran dari penulisan skripsi ini adalah, Pertama, Hendaknya pemerintah
lebih ketat dalam melakukan pengawasan yang dilakukan dengan cara penelitian,
pengujian, dan survei terhadap produksi minyak wangi isi ulang dan lebih tegas
dalam memberikan sanksi terhadap pelaku usaha yang megedarkan minyak wangi
isi ulang. Kedua, Hendaknya pemerintah dapat melakukan pembinaan kepada
pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang telah beredar di pasar tidak sematamata ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen saja tetapi sekaligus
bermanfaat bagi pelaku usaha dalam upaya meningkatkan daya saing barang
dan/atau jasa di pasar global.Ketiga, Hendaknya pelaku usaha atau penjual
minyak wangi isi ulang mengikuti peraturan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan dengan mengupayakan bahan yang digunakan aman dan
layak untuk dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen.Keempat, Hendaknya jika
konsumen menuntut untuk ganti kerugian akibat mengkonsumsi minyak wangi isi
ulang tersebut lebih baik diselesaikan melalui jalur diluar pengadilan atau
perdamaian agar tetap terjalin hubungan yang sehat antara konsumen dan pelaku
usaha serta dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]