Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Oleh Pasangan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (Lgbt) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Abstract
nganak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan orang tua angkatnya.Penyebab dilakukannya
pengangkatan anak (adopsi) dikarenakan berbagai faktor yaitu alasan medis, karena
usia, atau karena belum diberi rezeki untuk dikaruniai anak oleh Allah SWT. Pada
ketentuan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak telah menegaskan bahwa bagi pasangan yang belum dikaruniai anak dapat
diberikan izin untuk melaksanakan mekanisme pengangkatan anak sebagai upaya
terakhir bagi calon orang tua angkat dengan memperhatikan ketentuan yang
terdapat dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. Namun terdapat isu
hukumPengangkatan Anak oleh Pasangan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender
(LGBT) yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Salah satu aturan tegas didalamnya
adalah larangan adopsi anak bagi pasangan sejenis, lebih jelasnya pada pasal 13
huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007: “tidak merupakan pasangan
sejenis”.Di Indonesia tidak dilegalkan perkawinan pasangan sejenis, apalagi untuk
pengangkatan anak.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, Penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK OLEH PASANGAN
LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANSGENDER (LGBT) BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK”.
Rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini ada dua
yaitu:Pertama,Bagaimana tinjauan hukum di Indonesia terhadap pengangkatan
anak oleh pasangan LGBT?.Kedua, Apa akibat hukum apabila terjadi
pengangkatan anak oleh pasangan LGBT?.
Tujuan penulis skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), ialah : tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini adalah guna melengkapi
dan memenuhi persyaratan pokok dalam menyelesaikanstudi Ilmu Hukum untuk
meraih gelar sarjana hukum pada FakultasHukum Universitas Jember. Sedangkan
tujuan khusus yaitu: Pertama, Untuk mengetahui dan memahami pendekatan
yuridis dari segi hukum diIndonesia terhadap pengangkatan anak oleh pasangan
LGBT. Kedua, Untuk mengetahui dan memahamiakibat hukum apabila
terjadipengangkatan anak oleh pasangan LGBT.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi metode Yuridis
Normatif, ialah permasalahan yang diangkat difokuskan dengan menerapkan
kaidah atau norma- norma dalam hukum positif dengan pendekatan masalah yang
digunakan ialah pendekatan perundang- undangan dan pendekatan konseptual.
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan non- hukum. Analisa hukum dalam
penulisan skripsi ini menggunakan metode deduktif merupakan metode yang menarik rik kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan mengenai permasalahan yang
bersifat umum menjadi permasalahan yang bersifat khusus.
Kesimpulan dalam penulisan skripsi ini, Pertamatinjauan hukum di
Indonesia terhadap pelaksanaan pengangkatan anak oleh pasangan LGBT adalah
tidak menyetujui homoseksual mulai masuk diantara kalangan masyarakat, apalagi
rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sejenis. Menurut ketentuan Perundang-
Undangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak adanya larangan adopsi bagi pasangan sejenis
yang terdapat pada pasal 13 huruf f bahwa “tidak merupakan pasangan sejenis”.
Negara Indonesia tidak melegalkan perkawinan sejenis apalagi sampai ke
pengadopisan anak atau pelaksanaan pengangkatan anak. Sebab, sangat
bertentangan dengan Undang- Undang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Undang-
Undang Perlindungan Anak serta Syarat- Syarat dan Prosedur dalam Pelaksanaan
Pengangkatan Anak, juga norma dan kebiasaan adat setempat. Kedua, Apa akibat
hukum apabila terjadi pengangkatan anak oleh pasangan Lesbian ,Gay, Biseksual,
Transgender (LGBT) yaitu dalam hal perwalian misalnya untuk anak angkat
perempuan yang beragama islam bila ia akan menikah maka yang bisa menjadi wali
nikahnya hanyalah orang tua kandungnya atau saudara sedarahnya, dan orang tua
angkat tidak dibenarkan menjadi wali nikahnya, akibat hukum yang mengakibatkan
hubungan hukum antara anak dan orang tua biologis putus sama sekali dan timbul
hubungan hukum yang baru dengan orang tua angkatnya, dengan masuknya anak
angkat ke dalam orang tua angkat dapat menimbulkan permusuhan antara satu
keturunan dalam keluarga itu, misalnya dalam hal warisan.
Saran, Pemerintah dan Kementrian Sosial seharusnya lebih aktif dan
membuat aturan baru lebih tegas, jelas dan bijak khusus untuk Pengangkatan Anak,
berlaku semua masyarakat di Indonesia tanpa membedakan adanya suku, ras,
maupun golongan tertentu yang akan melakukan adopsi anak mengetahui dan
memahami sepenuhnya mengenai apa saja yang harus dipenuhi berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana ada beberapa prosedur- prosedur dan
syarat- syarat yang harus ditaati dalam proses pengangkatan anak. Seperti demikian
pasangan LGBT melakukan suatu pengangkatan anak.Menurut ketentuan Pasal 13
huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak dilarang adanya adopsi atau pengangkatan anak oleh pasangan
sejenis dan juga dalam pandangan adat istiadat dan norma hukum yang berlaku di
Indonesia. Menurut pendapat saya yang tercantum pada Peraturan Pemerintah
tersebut untuk larangan adopsi pasangan sejenis, aturan ini masih bersifat kabur,
karena di dalam peraturan tersebut masih kabur apakah untuk pasangan Lesbian,
Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) berlaku untuk semuanya tidak diperbolehkan
mengangkat anak. Untuk pasangan LGBT sendiri, lebih baik adanya kerja sama
dari Pemerintah dengan Lembaga terkait atau Ahli Psikolog yang lebih paham
dengan masalah gangguan kejiwaan psikis, mental seperti LGBT untuk diberikan
arahan- arahan agar masalah- masalah yang mempengaruhi psikis mentalnya
kembali menjadi lebih baik lagi dengan melalui pengadaan sosialisasi atau
disediakan tempat rehabilitasi khusus kaum LGBT dengan tujuan agar yang
bersangkutan lebih terbuka dan terjalin komunikasi dengan masyarakat.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]