Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Umum Akibat Pencabutan Izin PT Asuransi Raya Oleh Otoritas Jasa Keuangan
Abstract
Perlindungan hukum
terhadap pemegang polis asuransi dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni
perlindungan preventif dan perlindungan represif. Perlindungan hukum preventif
yang dilakukan yakni melalui regulasi peraturan perundangan- yakni Pasal 53
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang mengatur
tentang dana jaminan yang ditujukan sebagai jaminan penggantian seluruh atau
sebagian hak kepada pemegang polis apabila perusahaan asuransi mengalami
likuidasi dan peraturan mengenai kewajiban menjadi anggota lembaga mediasi
yang tercantum dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian. Upaya penyelesaian sengketa dapat dilakukan baik secara
litigasi ataupun non litigasi. Penyelesaian secara non litigasi dilakukan melalui
lembaga mediasi seperti Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia
(BMAI). Lembaga alternatif penyelesaian sengketa asuransi lainnya yang dapat
ditempuh selain melalui BMAI adalah penyelesaian melalui Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK). Penyelesaian secara litigasi juga dapat ditempuh
oleh pemegang polis ketika terjadi sengketa antara para pihak. Kedua, adanya
keharusan bagi PT Asuransi Raya untuk menyelesaikan seluruh utang dan
kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan setelah adanya pencabutan
izin usaha. Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian menyatakan bahwa jika perusahaan asuransi dipailitkan
atau dilikuidasi, hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas pembagian
harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak
lainnya. Pemegang polis asuransi yang menjadi tertanggung dalam suatu
perusahaan asuransi menjadi prioritas utama untuk diselesaikan kewajibannya
sebelum pihak-pihak lain setelah pencairan harta kekayaan perusahaan asuransi
dalam rangka kewajiban perusahaan asuransi.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]