Permohonan Hak Asuh Anak dalam Gugatan Perceraian Beda Agama
Abstract
Pada bab 1 dikemukakan latar belakang bahwa suami dan istri harus
memiliki agama atau keyakinan yang sama dalam mengarungi bahtera hidup
berumah tangga. Terkait demikian, perkawinan dikatakan tidak sah apabila suami
dan istri memiliki agama yang bebeda. Larangan perkawinan antar pemeluk
agama yang berbeda dilatarbelakangi oleh harapan akan lahirnya keluarga yang
sakinah. Bagaimana mendidik anak-anak mereka, karena pada dasarnya seorang
anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Perkawinan baru
akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar
suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau
bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang
mengakibatkan kegagalan perkawinan. Terkait hal tersebut penulis melakukan
kajian terhadap contoh kasus pada Putusan Nomor 472/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST
pada kasus perceraian karena beda agama berikut hak asuh anak hasil
perkawinannya. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) alasan beda
agama apakah bisa menjadi dasar diajukannya gugatan perceraian ; dan (2) hak
asuh anak terhadap perceraian yang diakibatkan adanya beda agama. Metode
penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang dan pendekatan konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam
skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari
hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum
deduktif.
Pada bab 2 menguraikan tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari
perkawinan, meliputi pengertian, tujuan dan rukun serta syarat perkawinan. Kedua,
tentang Perceraian, meliputi pengertian dan alasan-alasan perceraian. Ketiga
tentang anak, meliputi pengertian anak, dasar hukum dan macam-macam anak.
Pada bab 3 menguraikan tentang pembahasan yang dapat dikemukakan
bahwa hak asuh anak apabila terjadi perceraian karena perbedaan agama atau
keyakinan diputus apabila anak belum dewasa diputus berdasarkan pertimbangan
hakim di pengadilan, sedangkan bila anak sudah dewasa anak dapat memilih untuk
diasuh ayah atau ibunya berdasarkan pilihannya.
Pada bab 4 dikemukakan kesimpulan dan saran bahwa, Pertama Suami atau
istri yang berpindah agama atau keyakinan pada dasarnya tidak dapat dijadikan
dasar untuk mengajukan perceraian namun dapat dijadikan sebagai alasan
perceraian karena menjadi pemicu pertengkaran secara terus menerus berdasarkan
ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang Undang Perkawinan dan Pasal 19 huruf f
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Kedua berdasarkan ketentuan Pasal 41
Undang-Undang Perkawinan dapat diketahui bahwa baik bapak maupun ibu
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemeliharaan anak meskipun
telah bercerai. Orang tua yang diberi hak untuk memelihara anak, harus berupaya
untuk memelihara anak dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan anak bukan hanya
meliputi memberi nafkah lahir saja, tetapi juga meliputi nafkah batin seperti
pendidikan formal dan pendidikan informal. Saran yang dapat diberikan bahwa,
Pertama Kepada suami istri hendaknya dapat menghindari percerian karena pada
dasarnya tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (keluarga yang
sakinah dan mawaddah). Terkait itu kiranya perkawinan harus dipertahankan dari
adanya perpisahan atau perceraian. Saat menikahnya seorang laki-laki dan seorang
wanita, maka sejak saat itulah keduanya harus berbagi suka, duka dan kesetiaan
hingga akhir hayatnya. Adanya cinta dan kesetiaan yang melandasi bahtera rumah
tangga maka biduk keluarga akan berjalan dengan baik dan bahagia sehingga riakriak kecil seperti perselisihan dapat diatasi dengan baik, jangan sampai terpisahkan.
Demikian halnya dengan agama, seharusnya suami dan istri berkomitmen untuk
memeluk agama yang sama. Kedua, Kepada pihak masyarakat hendaknya yang
akan mengajukan gugatan dalam masalah perceraian harus mengajukan alasan yang
tepat dan sesuai sehingga gugatan tersebut dapat diterima sebagai alasan hukum.
Hal ini karena seringkali masyarakat menggunakan alasan yang tidak sesuai
sehingga gugatan tersebut ditolak oleh hakim. Ketiga, Kepada majelis hakim
disarankan saat memutus hak asuh anak dalam hal terjadinya perceraian karena istri
pindah agama hak asuh anak menjadi milik suami atau ayah bagi anak-anaknya
yang mempunyai agama yang sama yang dipeluk sejak lahir, sehingga tidak pindah
agama.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]