Tanggungjawab Istri sebagai Ahli Waris Terhadap Utang Suami yang Telah Meninggal Dunia
Abstract
Utang yang dimiliki oleh seseorang (debitur) haruslah dibayarkan kepada orang yang memberikan utang (kreditur). Utang tersebut pun haruslah tetap dibayarkan walaupun debitur meninggal dunia. Pada kasus ini seorang suami di Kota Pati yang bernama Karsono meninggal dunia dan masih mempunyai utang yang belum lunas di salah satu bank ternama di Indonesia yakni Bank BRI. Pihak bank meminta istri Karsono yang bernama Sukirah yang merupakan ahli waris dari suaminya yang meninggal itu untuk melunasi utang tersebut, karena suami istri tersebut tidak memiliki akta perjanjian kawin. Rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah pertama apa bentuk tanggungjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang telah meninggal dunia? Kedua apa upaya yang dapat dilakukan istri saat suami yang berhutang meninggal dunia? Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan skripsi ini meliputi tujuan umum yaitu: (1) untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi ilmu hukum dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember; (2) sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan ilmu hukum yang telah diperoleh dalam perkuliahan mengenai tanggungjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang telah meninggal dunia; (3) untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada almamater dimana dalam hal ini perbendaharaan kepustakaan di Fakultas Hukum Universitas Jember. Tujuan khusus dalam penyusunan skripsi ini adalah: (1) mengkaji dan menguraikan bentuk tanggunngjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang telah meninggal dunia; (2) mengkaji dan menguraikan upaya yang dapat dilakukan istri saat suami yang berhutang meninggal dunia. Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini adalah: (1) dapat dijadikan sebagai referensi bagi para peminat kajian Ilmu Hukum tentang bentuk tanggungjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang telah meninggal dunia; (2) dapat dijadikan sebagai referensi bagi para peminat kajian Ilmu Hukum tentang upaya yang dapat dilakukan istri saat suami yang berhutang meninggal dunia. Adapun metode penelitian dalam skripsi ini digunakan langkah – langkah sebagai berikut: pertama tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normatif, kedua pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang – undangan dan pendekatan konseptual, ketiga bahan hukum yang digunakan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum; dan keempat analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisa bahan hukum deduktif.
Pada tinjauan pustaka memuat landasan teori – teori, konsep, dan pengertian – pengertian yuridis yang digunakan untuk mendeskripsikan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu: pengertian tanggungjawab, teori tanggungjawab, pengertian waris, unsur – unsur waris, pengertian utang dan macam - macam utang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban atas rumusan masalah yang dapat disimpulkan, pertama bentuk tanggungjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang meningal dunia dengan tidak disertai perjanjian kawin berdasarkan teori tanggungjawab mutlak/strict liability merujuk pada Pasal 1367 BW serta Pasal 832 BW, maka istri mempunyai kewajiban untuk melunasi utang suami. Namun, istri bukanlah salah pihak yang bertanggungjawab penuh atas utang suami, karena istri mewaris bersama anak/keturunan yang telah dewasa dalam golongan ahli waris pertama dalam BW. Jika tidak terdapat anak/keturunan yang telah dewasa, maka istri dapat mewaris dengan golongan kedua dan seterusnya. Terdapat pihak lain yang juga bertanggung jawab yakni jaminan perorangan yang telah diajukan oleh pewaris dalam melakukan perjanjian kredit. Namun, jaminan perorangan ini dalam praktiknya biasanya dilakukan oleh badan usaha yang mempunyai kepentingan yang sama dalam dunia bisnis. Sedangkan bentuk tangungjawab istri sebagai ahli waris terhadap utang suami yang meninggal dunia dengan disertai perjanjian kawin berdasarkan teori absolute liability yakni tidak perlu bertanggungjawab apabila dapat membuktikan bahwa dia istri tidak perlu bertanggungjawab dengan memperlihatkan perjanjian kawin yang telah dibuat. Namun, tidak menutup kemungkinan istri juga tetap bertanggungjawab terdapat utang yang dilakukan sebelum membuat perjanjian kawin dengan berdasarkan pada Pasal 130 BW dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Kedua, upaya yang dapat dilakukan oleh istri pada saat suami yang masih mempunyai utang meninggal dunia yakni dengan menanyakan terlebih dahulu sisa utang yang harus dibayar dan asuransi kredit serta jaminan (jaminan kebendaan dan/atau jaminan perorangan) yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur. Apabila pihak perusahaan penyedia jasa asuransi tidak mencairkan asuransi tersebut, ahli waris lainnya tidak mau ikut bertanggungjawab sebagaimana mestinya dan pihak lain yang dijadikan sebagai jaminan (jika ada) tidak bertanggungjawab pula atas utang debitur yang telah meninggal dunia, maka istri dapat melakukan penuntutan melalui gugatan perdata di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Berbeda halnya dengan perkawinan yang menggunakan perjanjian kawin, dimana istri tidak mempunyai tanggungjawab mutlak untuk melunasi utang suaminya tersebut, dengan membuktikan perjanjian kawin yang telah dibuat maka secara otomatis istri tidak perlu untuk melunasi utang suaminya tersebut.
Saran yang dapat diberikan oleh penulis dengan berdasarkan pada permasalahan yang kemudian dikaitkan dengan kesimpulan di atas yakni kepada Notaris yang berwenang dan Pegawai Pencatatan Perkawinan atau Catatan Sipil untuk selalu memberikan pemahaman terkait kegunaan perjanjian kawin, akibat hukum yang ditimbulkan, dan pentingnya pendaftaran perjanjian kawin di Pegawai Pencatatan Perkawinan atau Catatan Sipil. Kepada masyarakat khususnya debitur untuk bersikap terbuka kepada ahli waris terkait utang – utang yang dimiliki. Kepada kreditur untuk menganalisis dengan cermat calon debitur yang akan meminjam kredit sesuai dengan prinsip 5C dan 7P. Kepada ahli waris dari debitur (pewaris) harus menerima konsekuensi apabila pewaris mempunyai utang yang belum terlunasi semasa hidupnya. Kepada pihak penjamin yang telah bersedia untuk dijadikan jaminan perorangan oleh debitur harus bersikap terbuka kepada keluarga dari pihak penjamin atau penanggung dan kepada keluarga dari debitur khususnya ahli waris, supaya proses pelunasan utang akan segera terselesaikan ketika debitur tidak dapat lagi melunasi utangnya kepada kreditur.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]