dc.description.abstract | Perkembangan kelapa sawit di Indonesia menimbulkan isu-isu positif maupun negatif. Salah satunya kelapa sawit seolah-olah menjadi pemicu utama terjadinya kebaran lahan di Indonesia, hal ini yang menjadi tantangan kelapa sawit yang akan mengalami eskalasi sehingga dapat mengganggu perkembangan perkelapasawitan di Indonesia. Selain itu permasalahan kelapa sawit Indonesia terkait isu sustainabilty development, kelapa sawit Indonesia dinilai belum sepenuhnya menerapkan prinsip sustainablily development (pembangunan berkelanjutan). Untuk itu perlu adanya jaminan bahwa perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang dibangun serta dikelola dengan pertimbangan aspek- aspek berkelanjutan seperti lingkungan (planet), sosial masyarakat dan pekerja (people), ekonomi (profit), dan legalitas. Oleh karena itu perlu adanya sistem sertifikasi yang dapat menilai pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Sistem sertifikasi yang diterapkan di Indonesia adalah RSPO (Rountable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan mengakaji terkait prinsip legalitas dalam Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam skripsi ini dengan judul Prinsip Legalitas dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Permasalahan yang diangkat dalam skripsi adalah Pertama bentuk prinsip legalitas dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustanable Palm Oil (RSPO) Kedua persamaan dan perbedaan prinsip legalitas dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustanable Palm Oil (RSPO) Ketiga, pengaturan ke depannya terkait prinsip legalitas dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustanable Palm Oil (RSPO). Tujuan penelitian skripsi ini yaitu pertama untuk mengetahui dan memahami bentuk prinsip legalitas dalam ISPO dan RSPO, kedua untuk mengetahui dan memahami persamaan dan perbedaan prinsip legalitas ISPO dan RSPO, dan yang terakhir untuk memahami dan mengetahui pengaturan kedepan terkait prinsip legalitas ISPO dan RSPO. Tipe penilitian yang digunakan dalam penelitian skripsi yaitu yuridis normatif serta mengunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Sumber data mengunakan mengunakan sumber hukum primer dan sumber hukum skunder. Pengumpulan data yaitu dengan mengkaji dari berbagai buku tentang perkelapasawitan dan peraturan perundang-undangan terkait perkebunan.
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, pertama, bentuk prinsip legalitas dalam ISPO terdiri dari beberapa kriteria-kriteria yaitu berupa Izin lokasi perkebunan, Izin usaha perkebunan (IUP), hak atas tanah perkebunan, perolehan lahan usaha perkebunan, fasilitas pembangunan masyarakat sekitar, lokasi perkebunan, tanah lantar, sengketa lahan dan bentuk badan hukum. Sedangkan prinsip legalitas dalam RSPO memiliki beberapa kriteria-kriteria yaitu tunduk terhadap regulasi hukum lokal, nasional dan internasional yang telah diratifikasi, hak untuk mengunakan tanah dapat diperilihatkan dengan jelas dan hak tersebut tidak dipertentangan oleh masyarakat lokal yang dapat mengajukan bahwa mereka memiliki hak penggunaan, hak adat atau hak legal, dan yang terakhir mengenai penggunaan tanah bagi perkebunan kelapa sawit mengurangi hak penggunaan, hak adat atau hak legal dari penggunaan-penggunaan lain tanpa persejutuan (FPIC). Kedua, prinsip legalitas dalam ISPO dan RSPO memiliki beberapa persamaan dan perbedaan yang menunjukkan ciri khas dari masing-masing. Pada intinya prinsip legalitas ISPO dan RSPO miliki persamaan terkait penyelenggaran prinsip legalitas meliputi izin lokasi, izin usaha perkebunan, hak atas tanah dan lokasi perkebunan, sedangkan perbedaannya terkait dengan penerapan prinsip legalitas. Prinsip legalitas ISPO lebih kuat karena berlandaskan pada Peraturan Perundang-undangan Indonesia sebagaimana yang dirangkum dalam Peraturan Menteri Nomor 11 tahun 2015 tentang Sertifikasi ISPO. Sedangkan RSPO hanya mengacu pada salah satu dari (8) delapan prinsip RSPO yaitu pada prinsip yang kedua Compliance With Applicable Law And Ragulation (mematuhi aturan hukum yang berlaku). ISPO berasaskan kewajiban (mandatory) dan RSPO berasaskan kesukarelaan (voluntary). Oleh karena itu, RSPO tidak memiliki landasan hukum yang kuat untuk menyelesaiakan perkara pelanggaran legalitas. Hal ini berbeda dengan ISPO mempunyai kekuatan hukum yang dapat menyelesaikan pelanggaran legalitas dan bagi pelanggar akan berhadapan dengan otoritas di Indonesia, dengan pengecualian untuk para petani swadaya yang baru memulai perkebun. Ketiga, pengaturan kedepan terkait prinsip legalitas dalam ISPO dan RSPO agar tercapai sebuah kepastian hukum seharusnya dilakukan harmonisasi atau penyelarasan dengan melihat tujuan kedua sistem sertifikasi ini memiliki kesamaan yaitu bertujuan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Dilakukannya harmonisasi diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sehingga memudahkan bagi kedua sistem maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit serta dan dapat meningkatkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Adapun sebagai wujud kontribusi pemikiran bagi pemerintah dan perusahaan perkebunan kelapa sawit maka rekomendasi atau saran yang dapat diberikan yaitu perlu adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dengan mutlistekholder dari perkebunan kelapa sawit sehingga dapat terjalin sebuah kerjasama untuk menciptakan suatu landasan hukum yang mampu memberikan kepastian bagi para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dalam rangka mewujudkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Serta prinsip legalitas dalam ISPO dan RSPO seharusnya dilakukan harmonisasi atau penyelarasan dengan kesamaan tujuan yang dimiliki yaitu pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan begitu dapat lebih memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dalam rangka mewujudkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. | en_US |