dc.description.abstract | Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
merumuskan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini suatu
perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek agama saja akan tetapi juga dilihat
dari aspek formal. Aspek agama menetapkan keabsahan suatu perkawinan,
sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek administratif, yaitu pencatatan
di KUA dan di Catatan Sipil. Berikut ini adalah kasus yang menarik untuk dikaji
lebih mendalam mengenai Penetapan Pengadilan Nomor: 157/Pdt.P/2015/PN
JKT TIM. Berikut ini adalah kronologi singkat mengenai Penetapan tersebut
antara suami dengan isteri yakni Freddy FHL Tobing dengan Ayang Asmara
Rinjani P bahwa mereka telah menikah secara Protestan di depan Pendeta Mahdi,
S. KOM.MA pada Tanggal 17 Maret 2012. Pada tanggal 28 Januari 2015, Freddy
FHL Tobing meninggal dunia. Berdasarkan hasil perkawinan tersebut kurang
lebih 3 (tiga) tahun, Ayang Asmara Rinjani P dan Freddy FHL Tobing tidak
pernah menerima kutipan akta nikah dari Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor
Catatan Sipil karena perkawinan antara Ayang Asmara Rinjani P dengan Freddy
FHL Tobing hanya dilakukan di depan Pendeta secara Protestan saja dan pada
saat itu juga karena kelalaian kedua pihak baik pihak suami maupun pihak istri,
baru mengetahui bahwa sejak perkawinan dilangsungkan pada tanggal 17 Maret
2012, perkawinan tersebut belum dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian
setelah diketahui hal tersebut, Ayang Asmara Rinjani P mengajukan permohonan
pengesahan perkawinan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dalam
penetapannya, Hakim memberikan ijin pemohon untuk mendaftarkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil Jakarta Timur. Beranjak dari kasus
tersebut, maka muncul ketertarikan, Pertama, status hukum perkawinan yang
sudah sah menurut hukum agama tapi belum dicatatakan menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kedua, status menurut Penetapan Nomor: 157/Pdt.P/2015/PN JKT TIM. Ketiga, dasar
pertimbangan hukum (ratio decidendi) Hakim memberikan ijin dalam Penetapan
Nomor: 157/Pdt.P/2015/PN JKT TIM.
Penelitian dilakukan pertama, Untuk menganalisis status hukum
perkawinan yang sudah sah menurut hukum agama tapi belum dicatatkan
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, kedua,
Untuk menganalisis status hukum perkawinan yang sudah sah menurut hukum
agama tapi belum dicatatkan menurut Penetapan Nomor: 157/Pdt.P/2015/PN JKT
TIM, ketiga, Untuk menganalisis dasar pertimbangan hukum (ratio decidendi)
Hakim memberikan ijin dalam Penetapan Nomor: 157/Pdt/P/2015/PN JKT TIM.
Tipe penelitian yang digunakan dalam skrispi ini adalah penelitian yuridis
normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber
bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta bahan non hukum. Sedangkan analisa bahan hukum
yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu dengan menyesuaikan bahan
hukum yang memiliki relevansi dengan isu hukum, kemudian ditarik kesimpulan
sehingga dapat memberikan preskripsi.
Adapun kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian ini adalah Pertama,
Status hukum perkawinan yang sudah sah menurut hukum agama tapi belum
dicatatkan adalah tidak sah menurut hukum negara, karena hanya melakukan
ketentuan yang ada dalam Pasal 2 ayat 1 yaitu hanya dilakukan secara hukum
masing-masing agama dan kepercayaan tetapi tidak melakukan ketentuan yang
ada dalam Pasal 2 ayat 2 terkait tentang pencatatan perkawinan. Diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2
yang menegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Selain itu tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2
ayat 1 dan Pasal 2 ayat 2 harus saling berkaitan. Kedua, Menurut Penetapan
Nomor: 157/Pdt.P/2015/PN JKT TIM, bahwa perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama dan belum dicatatkan di Kantor Catatan Sipil hanya
diakui menurut hukum agama saja dan belum diakui menurut hukum negara.
Ketiga, Dasar pertimbangan hukum (ratio decidendi) Hakim memberikan ijin
untuk mendaftarkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil dalam Penetapan Nomor
157/Pdt.P/2015/PN JKT TIM, tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu tidak sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Seharusnya untuk permasalahan Pertama, para
pihak yang melakukan perkawinan perlu untuk lebih memahami aturan terkait
tentang perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) supaya ada yang
dirugikan dalam perkawinan tersebut, terutama isteri dan anak yang dilahirkan.
Kedua, Supaya perkawinannya sah dan diakui dihadapan agama serta sah dan
diakui dihadapan negara, baik keluarga, kedua calon mempelai, ataupun para
pemuka agama seperti penghulu atau pendeta/pastur untuk mengingatkan calon
mempelai setelah perkawinan dilangsungkan secara agama untuk segera
mencatatkan perkawinannya ke Pegawai Pencatat sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Ketiga, Kepada
Majelis Hakim supaya lebih selektif dalam hal mengabulkan permohonan pengesahan perkawinan, yaitu dengan mempertimbangkan ketentuan yang ada
pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan Pada Pasal 34 ayat 1. | en_US |