Analisis Yuridis Terhadap Putusan Praperadilan Terkait Kepastian Hukum Mengenai Penetapan Tersangka Untuk Kedua Kalinya Oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
Abstract
Latar belakang dari penulisan skripsi ini adalah adanya penetapan
tersangka untuk kedua kalinya terhadap Ilham arief sirajjudin (Pemohon) mantan
wali kota Makassar oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya KPK menetapkan Pemohon sebagai tersangka, akan tetapi KPK
kalah di praperadilan lantaran menetapkan Pemohon sebagai tersangka namun
belum memenuhi minimal 2 alat bukti yang sah sesuai KUHAP. Maka dari itu
Hakim praperadilan mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan
penetapan tersangka oleh KPK tidak sah dengan nomor putusan
32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel pada (Praperadilan jilid1). Lalu setelah Praperadilan
Pemohon dikabulkan oleh hakim praperadilan selang beberapa hari KPK kembali
menetapkan Pemohon sebagai tersangka kembali. Namun Pemohon kembali
melakukan upaya praperadilan dengan salah satu permohonanya yaitu bahwa
Pemohon sudah dinyatakan menang pada praperadilan yang sebelumnya dan
putusan itu bersifat final dan mengikat semua pihak , maka jika KPK kembali
menetapkan Pemohon sebagai tersangka hal itu akan menciptakan ketidakpastian
hukum bagi Pemohon. Akan tetapi pada praperadilan jilid 2 ini Hakim
praperadilan tidak mengabulkan permohonan Pemohon dengan alasan KPK telah
menetapkan Pemohon sesuai dengan prosedur. Dam akhirnya Hakim menolak
Praperadilan Pemohon dengan putusan nomor 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel.
Didalam Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan
Nomor: 32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel dan 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel terdapat dua
permasalahan hukum yang akan penulis angkat di dalam skripsi ini, permasalahan
yang pertama adalah terkait dengan penetapan tersangka untuk kedua kalinya oleh
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap seseorang yang telah
dikabulkan praperadilanya dikaitkan dengan azas kepastian hukum. Permasalahan
hukum yang kedua adalah terkait dengan Azas Ne bis in idem yang ada di dalam
Kitap Undang-Undang Hukum Pidana dikaitkan dengan putusan Nomor:
32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel dan 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel terkait penetapan
tersangka untuk kedua kalinya terhadap seseorang.
Tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai yaitu : Untuk
menganalisis penetapan tersangka untuk kedua kalinya oleh penyidik KPK
terhadap seseorang yang telah dikabulkan praperadilanya dengan azas kepastian
hukum. Kemudian tujuan yang kedua yaitu untuk menganalisis keberadaan
mengenai azas Ne Bis In idem yang ada di dalam KUHP dengan putusan
praperadilan terkait penetapan tersangka kembali untuk kedua kalinya terhadap
seseorang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undangundang, literature-literatur yang berisi konsep teoritis yang kemudian
dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam
penelitian. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan ( statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach).
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya
mempunyai otoritas. bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim dan bahan-bahan hukum sekunder seperti buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan.
Kesimpulan yang diambil berdasarkan penulisan skripsi ini adalah
pertama, penetapan tersangka untuk kedua kalinya terhadap seseorang yang telah
dikabulkan praperadilanya oleh penyidik KPK tidak bertentangan dengan azas
kepastian hukum, karena praperadilan hanya bersifat administratif semata atau
bersifat formil. Maka dari itu jika penyidik masih yakin orang tersebut melakukan
tindak pidana penyidik dapat menetapkan seseorang tersebut sebagai tersangka
kembali melalui prosedur hukum yang benar. Kesimpulan ke dua, azas ne bis in
idem yang ada di dalam KUHP tidak berlaku terhadap putusan praperadilan
terkait penetapan tersangka untuk kedua kalinya kepada seseorang, karena
praperadilan bersifat administratif (formil) yaitu hanya memiliki kewenangan
untuk memeriksa dan memutus mengenai sah tidak upaya paksa dan memberikan
perlindungan Hak asasi manusia pada seseorang di tingkat penyidikan serta
penuntutan dan bukan memeriksa hal pada saat sidang atau pokok perkara.
Adapun saran yang dapat diberkan oleh penulis, Sebaiknya kepada hakim
dan pemohon praperadilan betul-betul mempertimbangkan Pasal 77 huruf a
KUHAP dan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 terkait permohonan
praperadilan dan juga sebaiknya apabila seseorang telah dikabulkan
praperadilanya lalu ditetapkan lagi sebagai tersangka untuk kedua kalinya oleh
penyidik, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan Ne bis in idem.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]