Pertanggungjawaban Notaris atas Pembuatan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee) dalam Kaitannya dengan Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing
Abstract
Adanya asas nasionalitas dalam UUPA memunculkan larangan bagi WNA atas kepemilikan hak milik atas tanah di Indonesia. Namun hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi WNA untuk berinvestasi dengan cara di luar ketentuan undang-undang. Dalam hal ini WNA memanfaatkan WNI yang mempunyai hak milik atas tanah untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pinjam nama. Perjanjian pinjam nama tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia. Perjanjian pinjam nama merupakan salah satu bentuk penyelundupan hukum yang tentunya isi dari perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Dalam pelaksanaannya tidak jarang WNI melakukan wanprestasi sehingga merugikan WNA. Tentunya ini menjadi permasalahan bagi semua pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, tidak terkecuali Notaris dalam mempertanggungjawabkan perjanjian tersebut apabila terjadi sengketa.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai: Pertama, keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Kedua, tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengkaji, menganalisis, mengetahui dan menjelaskan keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing serta tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dan pendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, literatur-literatur hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum yang relevan.
Perjanjian pinjam nama lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak. Dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian agar perjanjian tersebut dapat memaksa, mengikat dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Asas kebebasan berkontrak dan syarat suatu sebab yang halal menjadi dasar tolak ukur dalam mengkaji keabsahan perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA. Perjanjian pinjam nama mempunyai tujuan agar WNA dapat menguasai secara tidak langsung hak milik atas tanah di Indonesia, yang sebenarnya hal tersebut dilarang oleh UUPA. Perjanjian yang demikian menunjukkan bahwa perjanjian tersebut mengandung sebab yang tidak halal. Oleh karena syarat suatu sebab yang halal tidak dipenuhi dalam pembuatan perjanjian pinjam nama, dapat dikatakan dalam keabsahannya perjanjian tersebut jelas tidak dibenarkan karena melanggar undang-undang dan asas perjanjian maka dengan sendirinya menjadi batal atau dianggap tidak ada sejak perjanjian itu dibuat.
Notaris dalam membuat perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA yang bertentangan dengan UUPA tersebut, maka perbuatannya harus dipertanggungjawabkan baik secara perdata, pidana, administratif, atau berdasarkan Kode Etik Notaris. Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata berupa penggantian biaya, ganti rugi ataupun bunga. Pertanggungjawaban secara pidana dapat dituntut berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP dengan sanksi pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pertanggungjawaban secara administratif dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 16 ayat (11) UUJN berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan pertanggungjawaban berdasarkan Kode Etik Notaris dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris berupa teguran, peringatan, pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan, pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
Saran dari penulis yaitu bagi pemerintah agar merombak UUPA terkait dengan pembatasan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada WNA untuk lebih dipertegas dan dipersempit kembali. Selain itu pemerintah perlu membuat peraturan yang baru mengenai perjanjian pinjam nama karena perjanjian tersebut selain merugikan WNA, juga merugikan WNI bahkan negara. Pemerintah dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk selalu memeriksa segala transaksi yang mengatasnamakan orang lain. Sedangkan bagi Notaris agar lebih berhati-hati dalam membuat akta. Apabila akta yang diminta oleh para penghadap berindikasikan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang maka Notaris harus secara tegas menolak permintaan tersebut, karena dapat merugian para pihak, negara, dan Notaris itu sendiri. Notaris diharapkan selalu menjaga kehormatan profesinya serta memegang teguh amanah sumpah/janji berdasarkan UUJN, peraturan perundang-undangan terkait, dan Kode Etik Notaris.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]