Putusan Pemidanaan Oleh Hakim Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan (Putusan Nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm)
Abstract
Terdakwa bernama Muridi alias Ridi Bin Mansi berumur 34 tahun yang beralamat di Jl. Kelayan A Gg. Sadar Rt. 15 Rw. 5 No. 28 Kel. Kelayan Luar Kec. BanjarmasinTengah Kota Banjarmasin, peristiwa tersebut berawal dari korban Junaidi yang mandi di sungai mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas kepada kakak perempuan Muridi dengan kata-kata “pelacur-pelacur” hingga terjadi cekcok mulut diantara keduanya tetapidihentikan oleh warga yang berada disekitar sungai. Kemudian Muridi pulang menuju rumahnya yang beberapa saat setelahnya Junaidi juga pulang kerumahnya. Ketika Junaidi melintas didepan rumah terdakwa, terdakwa keluar rumah dan langsung mendatangi Junaidi sambil membawa 1 senjata tajam jenis mandau dan langsung menebaskan senjata tajam tersebut kearah lengan atas sehingga menyebabkan Junaidi mengalami luka-luka.Rumusan masalah dari skripsi ini adalah Apakah mekanisme pembuktian yang dilakukan oleh hakim dalam perkara nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm terhadap surat dakwaan subsidair sudah sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan dan Apakah putusan pemidanaan oleh hakim terhadap tindak pidana penganiayaan dalam Perkara Nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm telah sesuai dengan syarat putusan pemidanaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk menganalisis mekanisme pembuktian berdasarkan bentuk surat dakwaan subsidair dalam putusan nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm telah sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan dan Untuk menganalisis Putusan Nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm telah sesuai dengan syarat-syarat putusan pemidanaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum dengan tipe penelitian yuridis normatif(legal research)Pendekatan yang digunakan pertama pendekatan perundang-undangan yaitu dengan melihat ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan serta regulasi yang terkait. Kedua menggunakan metode pendekatan konseptual, yaitu dengan melihat dari beberapa literatur yang berkaitan dengan penganiayaan dan putusan hakim.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah pertama, mekanisme pembuktian surat dakwaan subsidairitas dalam Putusan Nomor: 1049/Pid.B/2015/PN Bjm tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Dimana terdakwa didakwa oleh penuntut umum dengan surat dakwaan yang berbentuk subsidairitas yang dalam mekanisme pembuktiannya baik dari segi administrasi, teori ataupun praktek menjelaskan bahwa terhadap surat dakwaan dengan bentuk subsidairitas maka hakim harus mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan primair penuntut umum. Jika dakwaan primair tidak terbukti barulah hakim mempertimbangkan dakwaan subsidair. Hal ini dikarenakan dalam dakwaan yang berbentuk subsidairitas, tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan primair lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan subsidair, sehingga apabila dakwaan primair dengan tindak pidana yang terberat tersebut terbukti, maka tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan subsidair juga akan terbukti.Kedua, Majelis hakim dalam menyusun putusan pemidanaan telah memuat ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Namun putusan pemidanaan tersebut pada ketentuan pertimbangan mengenai fakta dan keadaan oleh majelis hakim tidak disimpulkan menjadi satu dalam fakta-fakta hukum. Model putusan seperti ini diperbolehkan dalam praktek akan tetapi mengingat masyarakat indonesia banyak yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum jika melihat putusan menjadi bingung mengenai fakta dan keadaan yang terbukti, maka berdasarkan hal itulah lebih baik ketentuan mengenai pertimbangan fakta dan keadaan dalam putusan disimpulkan menjadi satu dalam fakta-fakta hukum agar lebih efektif dan efisien bagi masyarakat untuk memahaminya
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]