Kualifikasi Tindak Pidana Kesusilaan Terhadap Penyandang Retardasi Mental Dan Cacat Fisik (Putusan Nomor 186/Pid.B/2017/PN.Kln)
Abstract
Tindak pidana kesusilaan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang akhir-akhir ini terus mengalami peningkatan, baik yang dilakukan oleh kelompok maupun individu, yang pelaku dan korbannya juga bervariasi yaitu remaja, dewasa, anak-anak bahkan seseorang yang menyandang retardasi mental dan cacat fisik juga tidak luput dari kejahatan ini. Salah satu perkara yang didalamnya merupakan kasus kejahatan terhadap kesusilaan yaitu putusan No.184/Pid.B/2017/ PN.Kln, dalam kasus tersebut penuntut umum mengajukan dakwaan alternatif yaitu, kesatu Pasal 285 KUHP, atau kedua Pasal 286 KUHP, atau ketiga Pasal 290 ayat (1) KUHP. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu: menentukan ada atau tidaknya persesuaian antara bentuk surat dakwaan penuntut umum pada putusan No.184/Pid.B/2017/PN.Kln dengan Pedoman Penyusunan Surat Dakwaan yang telah ditetapkan Jaksa Agung melalui Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/JA/11/1993 dan persesuaian antara interpretasi hakim terhadap unsur “tidak berdaya” dalam Pasal 286 KUHP terhadap kondisi korban sebagaimana fakta yang terungkap dipersidangan.
Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu pertama, untuk mengetahui persesuaian bentuk surat dakwaan penuntut umum pada putusan No.184/Pid.B/ 2017/PN.Kln dengan Pedoman Penyusunan Surat Dakwaan yang telah ditetapkan Jaksa Agung melalui Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/JA/11/1993. Kedua, untuk mengetahui persesuaian antara interpretasi hakim terhadap unsur “tidak berdaya” dalam Pasal 286 KUHP terhadap kondisi korban sebagaimana fakta yang terungkap dipersidangan.Metode penelitian mutlak dilakukan untuk menyusun karya tulis yang bersifat ilmiah agar analisis terhadap objek studi dapat dijalankan sesuai dengan prosedur yang benar sehingga kesimpulan akhir yang didapat mendekati kebenaran objektif dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu penelitian hukum, sedangkan penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue opprouch) dan pendekatan konseptual (conceptual approuch). Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu permasalahan secara umum sampai dengan hal-hal yang bersifat khusus untuk mencapai preskripsi atau maksud yang sebenarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pembahasan : pertama, penuntut umum mendakwa dengan dakwaan alternatif yaitu secara lapis yang antara lapisan tersebut saling mengecualikan, dalam putusan No.184/Pid.B/ 2017/PN.Kln penuntut umum mengajukan dakwaan alternatif yaitu, kesatu Pasal 285 KUHP, atau kedua Pasal 286 KUHP, atau ketiga Pasal 290 ayat (1) KUHP. Ketiga lapisan pasal tersebut dalam hukum positif yang berlaku di indonesia termuat dalam bab yang sama yaitu Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, sehingga beberapa tindak pidana yang disebutkan dalam pasal tersebut masuk pada kualifikasi/golongan tindak pidana yang sama artinya tidak saling mengecualikan. Mengingat bahwa dalam hal lapisan dalam suatu tindak pidana yang disusun secara berjenjang dengan ancaman pidana yang dimulai dari yang paling tinggi hingga paling ringan dan tindak pidana tersebut dalam suatu rumpun golongan yang sama maka dalam hal ini bentuk surat dakwaan subsidair yang sesuai sebagaimana indikator-indikator tersebut. Majelis hakim dalam putusan No.184/Pid.B/2017/PN.Kln menyatakan bahwa terdakwa bersalah melanggar Pasal 286 KUHP dan dijatuhkan pidana penjara 4 tahun. Dalam kasus tersebut pelaku melakukan persetubuhan terhadap korban yang merupakan seorang wanita dengan IQ 40 (retardasi mental sedang) atau mengalami gangguan kejiwan, kendati demikian interpretasi terhadap unsur “tidak berdaya” dalam Pasal 286 KUHP hanya digunakan pada kondisi fisik korban, bukan kondisi psikis. Mengingat dalam perkara tersebut korban juga melakukan penolakan yang mana dalam hal ini tentu terjadi pertentangan kehendak antara korban dan pelaku. Berkaitan dengan kondisi fisik korban yang cacat ringan ini juga meloloskan kondisi korban dari kualifikasi unsur “tidak berdaya” dalam Pasal 286 KUHP, sehingga peristiwa persetubuhan ini layak untuk diputus berdasarkan Pasal 285 KUHP karena gerakan aktif korban dapat dikategorikan sebagai kekerasan, serta pemaksaan kehendak oleh terdakwa terhadap korban telah sesuai dengan rumusan pasal ini.
Saran yang diberikan penulis yaitu, penuntut umum sebagai penegak hukum harus lebih teliti dalam rangka menentukan bentuk surat dakwaan dalam rangka memaksimalkan kinerja penuntut umum sehingga mampu mensukseskan proses penuntutan. Dalam mengadili perkara sebagaimana halnya yang telah diputus pada putusan Nomor. 186/Pid.B/2017/PN.Kln, hakim harus lebih cermat dan teliti, dalam perkara ini hakim seharusnya melakukan pemanggilan pakar hukum pidana dan melakukan konfrontir dengan ahli kedokteran forensik beserta ahli psikiater, juga saksi sehingga dapat ditemukan secara terang berkaitan dengan kondisi korban pada saat terjadinya tindak pidana tersebut
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]