Show simple item record

dc.contributor.advisorHARIANTO, Aries
dc.contributor.advisorINDRAYATI, Rosita
dc.contributor.authorFADOLIK, Moh.
dc.date.accessioned2019-09-03T04:14:54Z
dc.date.available2019-09-03T04:14:54Z
dc.date.issued2019-09-03
dc.identifier.nimNIM140710101063
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92431
dc.description.abstractPengaturan hukum alih daya (Outsourcing) diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 Tentang Syarat-syarat Pelaksanaan Penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Pengaturan alih daya dalam penerapannya masih mengalami berbagai kelemahan dalam pengaturannya maupun sebagai ketidakadilan dalam pelaksanaan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Konsep alih daya dipandang dari perspektif pendekatan ekonomi adalah diperuntukan oleh pengusaha guna menurunkan efisiensi biaya produksi agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada kegiatan utamanya. Sedangkan menurut pendekatan hukum memandang manusia sebagai subyek hukum yang perlu mendapatkan perindungan hukum. Dalam penulisan Skripsi ini akan membahas mengenai akibat hukum pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh alih daya yang dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja serta penyelesaian hukumnya apabila terjadi perselisihan antara pekerja/buruh alih daya dengan perusahaan pemberi kerja. Adapun metodologi yang digunakan dalam menganalisa data dalam penelitian ini adalah yuridis normative dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case Approach). Dari kajian tersebut penulis mendapat kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja alih daya apabila dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja maka secara hukum tidak mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP). Berdasarkan ketentuan Pasal 66 ayat (2) huruf c yang menyatakan bahwa perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat kerja dan perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa. Dengan demikian pihak yang berwenang untuk mengakhiri hubungan kerja adalah perusahaan penyedia jasa bukan perusahaan pemberi kerja karena hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa. Serta apabila terjadi perselisihan antara pekerja dengan perusahaan pemberi kerja, maka pihak yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan adalah perusahaan penyedia jasa pekerja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan, adanya peninjauan kembali terhadap pengaturan alih daya agar lebih lengkap dan sistematis, terutama adanya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam pelaksanaan alih daya sehingga dapat memberikan perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh serta adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan hubungan kerja. Oleh karena itu pentingnya peran aktif dan tanggungjawab pemerintah baik dalam bentuk pengawasan maupun penegakan hukum terhadap pelaksanaan sistem alih daya, agar selanjutnya tidak menimbulkan adanya perselisihan yang dapat merugikan kepentingan pekerja/buruh alih daya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101063;
dc.subjectPemutusan Kerjaen_US
dc.subjectBuruh Alih Dayaen_US
dc.titlePenyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Pekerja/Buruh Alih Dayaen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record