Analisis Yuridis Penetapan Tersangka sebagai Objek Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/ PUU-XII/ 2014 (Putusan Nomor: 19/ PID.PRAP/ 2016/ PN.PBR.)
Abstract
Praperadilan merupakan suatu mekanisme pengawasan terhadap dilakukannya upaya paksa yang dipandang berpengaruh terhadap kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM). Praperadilan sendiri sebenarnya telah diatur dalam Pasal 1 Angka 10 KUHAP, Pasal 77-83 KUHAP, Pasal 95 dan pasal 97 KUHAP, namun kemudian objeknya diperluas berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/ PUU-XII/ 2014 yang mana salah satunya mencakup sah atau tidaknya penetapan tersangka. Terkait hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji putusan praperadilan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR yang di dalamnya berisi permohonan praperadilan penetapan tersangka. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu: (1) Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR yang menggunakan Putusan MK No. 21/ PUU-XII/ 2014 dalam hal menerima penetapan tersangka sebagai objek Praperadilan ditinjau berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (2) Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR. yang menyatakan bahwa Penetapan Tersangka tidak sah ditinjau berdasarkan proses pemeriksaan praperadilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tujuan penelitian skripsi ini, pertama Untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR yang menggunakan Putusan MK No. 21/ PUU-XII/ 2014 dalam hal menerima penetapan tersangka sebagai objek praperadilan ditinjau berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kedua, untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR. yang menyatakan bahwa Penetapan Tersangka tidak sah ditinjau berdasarkan proses pemeriksaan praperadilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Untuk menjawab isu hukum yang timbul, digunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan masalah berupa pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang sesuai dengan tema skripsi ini. Kesimpulan penelitian yang diperoleh dari permasalahan yang pertama Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR yang menggunakan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 dalam hal menerima Penetapan Tersangka sebagai objek Praperadilan tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena penetapan tersangka tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk upaya paksa sebagaimana konsep praperadilan sebab dalam pelaksanaannya masih diakui dan diterapkan asas praduga tidak bersalah sehingga tidak mengurangi, membatasi bahkan menghapuskan hak asasi orang yang bersangkutan. Kemudian kesimpulan terhadap permasalahan yang kedua adalah Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 19/ Pid.Prap/ 2016/ PN.PBR. yang menyatakan bahwa Penetapan Tersangka tidak sah tidak sesuai dengan proses pemeriksaan praperadilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena hakim dalam proses pemeriksaannya berusaha untuk membuktikan unsur pasal dan menentukan bersalah tidaknya seseorang yag mana hal tersebut merupakan ranah dari pemeriksaan pokok perkara. Saran terhadap permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah hakim praperadilan dalam menjatuhkan putusan harusnya tidak melampaui wewenang absolutnya yang hanya sebatas pemeriksaan pendahuluan terkait prosedur dari dilakukannya upaya paksa pada tahap penyidikan oleh penyidik maupun penuntutan oleh penuntut umum, sehingga harus betul-betul memperhatikan batasan-batasan agar tidak sampai memasuki pemeriksaan pokok perkara dengan berpegang pada ketentuan terkait pemeriksaan praperadilan yang ada di dalam KUHAP khususnya Pasal 1 Angka 10 KUHAP, Pasal 77-83 KUHAP, serta Pasal 95 dan pasal 97 KUHAP, serta ketentuan-ketentuan lain seperti Perma Nomor 4 Tahun 2016 dan ICCPR.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]