dc.description.abstract | Dalam hukum perkawinan, pengaturan tentang poligami sudah dibuat sedemikian rupa apa yang menjadi syarat-syaratnya dan juga telah diatur dalam hukum adat bahkan konsep perkawinan (poligami) ditemukan dalam hukum adat yang berlaku secara turun temurun dalam masyarakat Indonesia. Di Sulawesi Selatan menurut penelitian M.Djufri Ahmad masalah poligami pada akhir-akhir ini menjadi salah satu aspek bagi warga masyarakat. Perhatian terhadap pelaku poligami oleh karena itu ada yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) yang menurut UUP harus mendapat izin dari atasan dan bermohon berpoligami melalui Pengadilan Agama.
Sebagai masalah hukum, dalam hal kurang dipenuhinya syarat-syarat perkawinan bagi PNS yang berpoligami. Secara normatif, perkawinan yang kedua bagi PNS amat sulit karena harus memenuhi beberapa syarat seperti, istri tidak dapat menjalankan kewajiban, istri cacat, dan istri tidak melahirkan keturunan (pasal 4 ayat (2) UUP). Selain itu harus mendapat persetujuan dari atasan langsung (pasal 4 PP Nomor10 Tahun 1983), dan izin yang paling susah didapatkan suami adalah izin dari istri pertama. Tidak hanya itu jaminan kepastian suami mampu memberikan keperluan hidup sehari-hari untuk istri dan anakanaknya (pasal 4 ayat (1) UUP).
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang terjadi. Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam menulis skripsi ini adalah yuridis normatif (legal research), yaitu penelitian yang difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif. Penelitian ini dengan cara mengkaji peraturan-peraturan serta literature yang berisi konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan isu hukum yang menjadi permasalahan.
Izin dari atasan / pejabat dari lingkungan Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan poligami bertujuan agar atasan yang berwenang dapat mengkaji alas an yang diberikan untuk melakukan poligami, karena setiap Pegawai Negeri Sipil memiliki kewajiban untuk menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri”. Surat yang ditunjukan kepada atasan Pegawai Negeri Sipil tersebut juga bertujuan agar atasan dapat mengetahui bahwa bawahannya harus menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerinta, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,seseorang,dan/atau golongan. Dan juga Seseorang yang melakukan poligami khususnya Pegawai Negeri Sipil, akan mendapatkan sanksi yang tegas.Sanksi yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang tidak memenuhi salah satu syarat poligami sesuai yang ditentukan didalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 45 Tahun 1990, tetapi masih tetap melaksanakan poligami dengan siri, sanksi yang akan dikenakan yaitu sanksi Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang ada di PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Di Pasal 14 dan 15. PP Nomor 45 Tahun 1990 sudah dijelaskan tentang peraturan yang mengacu di PP Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 14 sebagai berikut :
“Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Syarat dan prosedur persyaratan poligami ini seharusnya berhasil menekan poligami hingga prosentase yang sangat kecil, bahkan tidak ada. Dari aspek ini maka target Undang-Undang yang ingin membatasi atau meniadakan poligami sangat ampuh dan efektif. Akan tetapi, dari aspek yang lain, yaitu terpeliharanya kehormatan diri dan akhlaqul karimah masih perlu dipertanyakan. Meskipun angka poligami menurun, tetapi justru orang yang lebih memilih jalan pintas, yaitu poligami liar dan nikah sirih, yang tidak terkontrol. Cara mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil adalah hendaknya pemerintah mempertimbangkan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak terjadi penyimpangan hukum dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku poligami yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin dan Perkawinan Aparatur Sipil Negara. | en_US |