dc.description.abstract | Di Indonesia telah ditemukan perbuatan hukum tentang perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dibuat secara tidak tertulis dan ada yang tidak menghadirkan saksi dalam pembuatannya. Padahal objek sewanya bernilai tinggi dan jangka waktu perjanjian sewa menyewanya ialah cukup lama, yakni lebih dari 3 tahun. Ini merupakan waktu yang sangat lama untuk berpotensi timbulnya kerugian atau bahkan sengketa terhadap Para Pihak sewaktu-waktu, seperti permasalahan terkait pembuktian dalam suatu proses upaya penyelesaian sengketa apabila terjadi suatu sengketa. Sehingga ini bertentangan dengan tujuan dilakukannya suatu perjanjian sewa menyewa dalam Islam dengan mana tujuan dilakukannya perjanjian ini ialah untuk saling tolong menolong antar sesama.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah: (1) Apakah Perjanjian Sewa Menyewa Lahan Pertanian yang dilakukan Secara Tidak Tertulis Sesuai dengan Akad Ijarah Sebagaimana yang Tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 09/ DSN-MUI/ VI/ 2000 Tentang Pembiayaan Ijarah? (2) Apa Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Pihak Penyewa Lahan dengan Pihak Yang Menyewakan Lahan Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Lahan Pertanian Secara Tidak Tertulis Dalam Islam?. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara mengkaji berbagai jenis ketentuanketentuan hukum yang bersifat formal seperti Undang-Undang, peraturanperaturan, buku-buku dan literatur-literatur lain yang mengandung konsep teoritis yang selanjutnya dikaitkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Adapun tinjauan pustaka yang telah diuraikan antara lain tentang perjanjian sewa menyewa yang meliputi pengertian, syarat sah dan berakhirnya perjanjian sewa menyewa; lahan pertanian yang meliputi pengertian dan bentuk lahan pertanian, serta lahan pertanian dalam hukum agraria; perjanjian dalam Islam (akad) yang meliputi pengertian akad, landasan hukum akad, asas akad, rukun dan syarat terbentuknya akad, serta berakhirnya akad; dan perjanjian sewa menyewa dalam Islam (akad ijarah) yang meliputi pengertian akad ijarah, rukun dan syarat akad ijarah, dan berakhirnya akad ijarah.
Pembahasan dalam penulisan skripsi ini ialah menguraikan bahwa untuk mengetahui perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dibuat secara tidak tertulis sesuai dengan akad ijarah ialah dengan melakukan kajian hukum antara pelaksanaan perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dibuat secara tidak tertulis dengan ketentuan akad ijarah yang telah diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 09/DSNMUI/VI/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Sehingga ditemukan jawaban bahwa perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dibuat secara tidak tertulis telah sah dan sesuai dengan peraturan akad ijarah. Selanjutnya ialah juga menguraikan upaya penyelesaian sengketa perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dibuat secara tidak tertulis. Bahwa berdasarkan Pasal 283 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) upaya penyelesaian sengketanya ialah dengan cara perdamaian dan atau pengadilan.
Kesimpulan dalam skripsi ini ialah, Pertama Perjanjian sewa menyewa lahan pertanian yang dilakukan secara tidak tertulis atau lisan telah sah dan sesuai dengan peraturan akad ijarah atau perjanjian sewa menyewa dalam hukum Islam sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 09/ DSN-MUI/ VI/ 2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Kedua, berdasarkan Pasal 283 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, upaya penyelesaiannya ialah melakukan upaya penyelesaian sengketa secara perdamaian dengan cara musyawarah mufakat oleh para pihak yang bersengketa. Kemudian apabila setelah melakukan upaya peyelesaian sengketa secara perdamaian melalui musyawarah mufakat tidak berhasil, maka upaya selanjutnya ialah melakukan upaya penyelesaian sengketa secara litigasi di Pengadilan Agama. Saran yang dapat
diberikan bahwa, Pertama Kepada Pemerintah khususnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengingat permasalahan terkait ekonomi syari’ah di Indonesia begitu ragam dan kompleks maka untuk mengatasi terjadinya kekosongan hukum, perlu dilakukan kajian dan pembentukan panitia berkaitan dengan kodifikasi atau pembukuan terhadap peraturan Hukum Ekonomi Syariah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Ekonomi Syariah sebagaimana halnya seperti seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedua, Kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah sebaiknya diperbaruhi khususnya terhadap pengaturan terkait pelaksanaan perjanjian sewa menyewa (akad ijarah) yang apabila dilakukan secara lisan tanpa tertulis, maka dalam pembuatan perjanjiannya harus menghadirkan saksi. Karena apabila tidak ditegaskan dalam peraturan tersebut, banyak kalangan masyarakat yang dalam pembuatan perjanjian sewa menyewa hanya secara lisan dan tidak menghadirkan saksi. Ketiga, Kepada masyarakat, dalam melakukan perjanjian sewa menyewa lahan pertanian atau barang lainnya yang bernilai tinggi hendaknya dalam pembuatan perjanjiannya dibuat secara tertulis dalam bentuk akta dan menghadirkan saksi. | en_US |