Konstruksi Hukum Perjanjian Kawin di Indonesia
Abstract
Perjanjian kawin adalah perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh calon suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Definisi perjanjian kawin tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Terkait demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 mengatur lebih lanjut tentang perjanjian kawin. Hal tersebut dikarenakan maraknya pasangan suami istri yang mengajukan gugatan mengenai permasalahan perjanjian kawin. Disisi lain, peraturan perundang-undangan juga tidak menyebutkan tentang objek perjanjian kawin yang mana hanya dikatakan dalam Pasal 29 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa isi perjanjian kawin tidak boleh melanggar batas-batas norma hukum, agama, dan kesusilaan. Dengan adanya permasalahan seperti itu sehingga mendorong penulis untuk menuliskan dalam karya ilmiah dengan bentuk skripsi yang berjudul: “Konstruksi Hukum Perjanjian Kawin di Indonesia”. Rumusan masalah terdiri dari 2 (dua) hal yaitu:
Pertama, pengaturan perjanjian kawin di Indonesia setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Kedua, objek perjanjian kawin terbatas pada harta para pihak. Tujuan dari skripsi ini adalah mengetahui ketentuan perjanjian perkawinan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 serta objek yang diberlakukan dalam perjanjian perkawinan. Tujuan dari penelitian skripsi ini agar penulis dapat memberikan pemahaman ilmu secara logis mengenai permasalahan perjanjian perkawinan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 serta objek perjanjian perkawinan yang ada di dalamnya. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian normatif yaitu metode penelitian yang
digunakan dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data sekunder. Skripsi ini berisi tentang tinjauan pustaka secara garis besar di dalam tinjauan pustaka akan membahas mengenai pengertian-pengertian, istilah-istilah, dasar hukum yang digunakan sebagai penyusunan pembahasan dalam skripsi.
Pada bagian ini, menguraikan tentang perjanjian, perjanjian kawin, perkawinan serta konstruksi hukum. Pembahasan yang merupakan jawaban dari permasalahan terdiri dari dua sub bab permasalahan. Pembahasan yang Pertama, pengaturan perjanjian kawin di Indonesia setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUUXIII/2015. Bahwa setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUUXIII/2015 mengenai perjanjian kawin yang sebelumnya terdapat beberapa perubahan. Jika sebelumnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur waktu dari perjanjian kawin yaitu sebelum dilangsungkan perkawinan atau pada saat perkawinan tersebut berlangsung, sehingga pembuatan perjanjian kawin diatur demikian. Terkait demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi mengatur lain yaitu perjanjian kawin dapat dilakukan sebelum, pada saat, ataupun selama perkawinan berlangsung (sehingga tidak ada batasan mengenai waktu pembuatan perjanjian perkawinan). Kemudian mengenai objeknya yang ditulis dalam perjanjian kawin dapat mengenai harta perkawinan ataupun perjanjian lainnya, terkait demikian dalam perjanjian kawin tidak terfokus pada harta dalam perkawinan tetapi boleh mengadakan perjanjian selain harta.
Putusan Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa dengan membuat perjanjian perkawinan melibatkan pihak ketiga, namun demikian ketika membuat perjanjian kawin yang harus diperhatikan isinya tidak boleh merugikan pihak ketiga. Mengenai pengesahannya dilakukan oleh notaris dan dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan. Terkait demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 tidak hanya berlaku bagi perkawinan yang dilakukan oleh sesama Warga Negara Indonesia melainkan juga berlaku terhadap perkawinan campuran yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA). Kedua, mengkaji objek perjanjian kawin selain harta para pihak. Perkembangan masyarakat dengan fikirannya yang semakin demokratis dan kritis, objek dari perjanjian kawin tidak hanya tentang harta ataupun urusan pemisahan harta dan urusan utang-piutang tetapi lebih luas cangkupannya yaitu mengenai urusan pembagian biaya keluarga, mengenai penyelesaian perselisihan dalam rumah tangga, kebiasaan mengoleksi barang langka yang tergolong mahal, hingga klausul tentang kekerasan dalam rumah tangga. Dan semua tentang hal itu dapat dimasukkan dalam bagian dari perjanjian kawin. Namun secara garis besar yang dibahas dalam skripsi ini, objek perjanjian kawin mencakup pengaturan perkawinan harta kekayaan dalam perkawinan, hak dan kewajiban suami istri serta janji tidak menikah lagi/tidak berpoligami. Terkait demikian, dalam perjanjian perkawinan permasalahan seperti demikian dapat ditulis karena Undang-Undang tidak menyebutkan secara rinci objek apa saja yang dapat dibahas dalam perjanjian perkawinan.
Kemudian skripsi ini ada bagian penutup, pada bagian penutup penulis menarik kesimpulan dari perjanjian kawin. Pertama, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dengan adanya putusan tersebut memudahkan bagi masyarakat membuat perjanjian perkawinan karena tidak dibatasi waktu, dengan adanya Putusan tersebut pihak ketiga mendapat perlindungan karena dalam pembuatan perjanjian perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga. Kedua, mengenai objek yang diberlakukan dalam perjanjian kawin yaitu banyak sekali yang pasangan suami istri dapat perjanjikan dalam perjanjian perkawinan salah satunya yang dibahas yaitu mengenai harta kekayaan, hak dan kewajiban antara suami istri, serta janji tidak menikah lagi.
Setelah itu terdapat saran-saran yang ditulis oleh penulis, saran dari persoalan/ isu hukum yang dibahas yaitu perlu ada pembaharuan Undang-Undang yang membahas mengenai objek dari perjanjian perkawinan dan perlu diadakan pengenalan perjanjian kawin kepada masyarakat karena masyarakat masih “tabu” mengenai perjanjian perkawinan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]