Prinsip Kepastian Hukum Atas Jabatan Tertentu bagi Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Abstract
Warga negara asing dapat mempunyai hak atas tanah di Indonesia, tetapi hanya terbatas, yakni hanya boleh dengan status hak pakai, tidak boleh jenis lain, dimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas tanah. Dilakukannya perjanjian nominee dimana orang asing/WNA meminjam nama WNI untuk dapat memiliki tanah di wilayah Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu penyelundupan hukum. Perjanjian yang dilakukan tersebut tidak mempunyai kepastian hukum karena melanggar ketentuan sebagaimana telah digariskan dalam ketentuan UUPA. Rumusan masalah dalam hal ini, adalah : (1) Bagaimana akibat hukum perjanjian nominee antara Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia atas penguasaan tanah di Indonesia ? (2) Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa jika warga negara asing menuntut hak atas tanah yang dikuasainya ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perundangundangan. Sumber bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normative kualitatif.
Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Perjanjian pinjam nama (nominee) dikategorikan sebagai penyelundupan hukum, karena perjanjian pinjam nama (nominee) bertujuan untuk menghindari ketentuan larangan warga Negara asing memiliki hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA. Sebagai upaya untuk menghindari hal tersebut adalah dengan melakukan nominee atau pinjam nama sehingga Warga Negara Asing tersebut bisa memiliki tanah di Indonesia meskipun secara tidak langsung. Akibat hukum yang timbul dengan adanya perjanjian pinjam nama (nominee) adalah batal demi hukum karena melanggar salah satu syarat sah perjanjian yaitu sebab yang halal sebagaimana diatur di Pasal 26 ayat (2) UUPA. Dalam prakteknya, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai penyelundupan hukum. Kedua, Menyangkut penyelesaian sengketa terhadap masalah perjanjian nominee sebenarnya harus diselesaikan melalui jalur hukum yaitu melalui jalur pengadilan karena menyangkut masalah hukum perjanjian. Namun demikian selain melalui jalur pengadilan (litigasi) dapat diselesaikan pula melalui jalur non litigasi atau alternative penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution) dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana berikut ini akan diuraikan secara singkat masing-masing bentuknya baik yang telah disebutkan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jika tidak dapat diselesaikan melalui jalur negosiasi dapat ditingkatkan melalui penyelesaian melalui jalur arbitrase, mediasi atau pilihan lainnya bahkan dapat dilanjutkan melalui proses hukum, yaitu secara hukum perdata menyangkut wanprestasi dalam suatu perjanjian nominee.
Saran yang diberikan bahwa, kepada pihak kantor pertanahan dalam hal ini kepala kantor pertanahan, staff dan jajarannya untuk ke depannya agar dapat melakukan pendekatan secara lebih intensif kepada masyarakat menyangkut sosialisasi pertanahan bahwa perjanjian nominee adalah tidak sesuai dengan kaidah hukum di Indonesia. Kepada masyarakat umum ke depan dapat sebagai sasaran program supaya ikut berperan secara aktif dan nyata dalam pembangunan negara Indonesia dengan menjamin kepastian pemilikan tanah. Bagi pembuat undang-undang (the making institutions), sebaiknya merumuskan suatu kebijakan hukum yang mendetail mengenai perjanjian yang melibatkan warga negara asing sehingga sesuai dengan tujuan dan amanat dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]