Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Mobil Melalui Take Over Kredit (Analisis Putusan Nomor 21/Pdt.G/2017/Pn.Mlg)
Abstract
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Pertama Pengalihan kepemilikan mobil sebagai jaminan kredit melalui sistem take over
pembiayaan dalam hal ini oleh kreditur diperbolehkan manakala debitur tidak dapat membayar atau tidak dapat meneruskan angsuran. Pengalihan kredit tersebut disyaratkan harus dengan sepengetahuan pihak kreditur untuk mengetahui pihak ketiga yang memegang jaminan sekaligus perlu adanya perjanjian kredit baru. Apabila pengalihan dilakukan tanpa sepengetahuan kreditur, debitur telah melakukan wanprestasi, karena telah melanggar syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, Akibat hukum pemindahtanganan benda jaminan tanpa sepengetahuan kreditur dapat membawa beberapa konsekwensi yaitu : (a) Debitur melakukan wanprestasi sebagaimana Pasal 1234 KUH Perdata karena telah mengingkari atau tidak memenuhi isi perjanjian khususnya terhadap masalah pemindatanganan atau pengalihan kredit kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kreditur, (b) Debitur dapat dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 36 Undang Undang Jaminan Fidusia. Ketiga, Berdasarkan pertimbangan hakim Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 21/Pdt.G/2017/PN.MLG dapat dikemukakan bahwa pada prinsipnya walaupun perjanjian take over mobil antara Penggugat dengan Tergugat dilakukan di bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak kreditur yaitu PT. Astra Sedaya Finance Malang, namun pada prinsipnya dalam hal ini telah menunaikan kewajiban Tergugat I yaitu debitur awal kepadan kreditur dalam hal ini PT. Astra Sedaya Finance Malang yaitu pembayaran angsuran dengan baik dan lancar sampai dengan lunas. Pembayaran angsuran dengan baik dan lancar tersebut merupakan pertimbangan utama hakim dalam menyatakan dikabulkannya seluruh gugatan penggugat, karena Penggugat merupakan pihak yang beritikad baik dalam perjanjian tersebut. Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran, Pertama, Hendaknya debitur dapat melakukan pengalihan kredit melalui prosedur yang benar yaitu dengan sepengetahuan kreditur untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam perjanjian tersebut. Kedua, Hendaknya para pihak dalam perjanjian dapat melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak terjadi wanprestasi yang merugikan orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut mengganti kerugian tersebut. Para pihak dalam perjanjian hendaknya mempunyai itikad baik dalam perjanjian sehingga perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kesepakatan para pihak. Ketiga Hendaknya dalam menangani masalah kredit macet demikian halnya dalam pembiayaan konsumen perlu ada upaya penyelesaian secara damai oleh kedua belah pihak dalam hal ini dengan melaksanakan penyelamatan kredit, antara lain melalui penjadwalan kembali (reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring) atau mungkin dapat melalui upaya alternatif penyelesaian sengketa seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]