Tindak Pidana Persetubuhan Dalam Unsur “Membujuk” Dan “Turut Serta” Terhadap Anak. (Putusan nomor14/Pid.Sus-Anak/2015/Pn Pdg) Criminal Acts of Intercoursein the Element of “Persuading” and “Participating” with Children. (The Verdict of Number :14/Pid.Sus/2015/Pn.Pdg)
Abstract
Dalam perkembangan jaman saat ini, anak rawan menjadi korban tindak
pidana salah satunya tindak pidana kesusilaan. Makna dari kesusilaan adalah
berkenaan dengan moral, etika yang telah diatur dalam perundang-undangan,
jaditindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan nilainilai, moral dan etika yang diatur didalam sebuah peraturan perundang-undangan
bila melanggar perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi. Tindak pidana
kesusilaan yang sering terjadi pada anak di Indonesia adalah tindak pidana
persetubuhan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak maupun anak
terhadap anak. Dalam melakukan persetubuhan pelaku pada umumnya
munggunakan berbagi macam cara supaya korban mau melakukan persetubuhan,
salah satunya yakni dengan cara membujuk, kemudian dalam melakukan tindak
pidana, sering terjadi pula bahwa tindak pidana itu dilakukan secara bersamasama oleh beberapa orang, artinya bahwa pelaku tidak hanya seorang, melainkan
ada beberapa orang yang turut serta melakukan tindak pidana.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah: pertama,
apakah pertimbangan hakim dalam putusan Nomor14/Pid.Sus-Anak/2015/PN
Pdg terkait unsur “membujuk” dalam Pasal 81 ayat (2)Undang-Undang Nomor
35 tahun 2014 telah sesuai dengan perbuatan terdakwa, kemudian yang kedua,
Apakah amar putusan hakim dalam putusan Nomor14/Pid.Sus-Anak/2015/PN
Pdg yang menyatakan turut serta terhadap terdakwa telah sesuai dengan fakta
persidangan.
Tujuan penulisan penelitian ini adalah pertama, untuk menganalisis
kesesuaian antara pertimbangan hakim dalam putusan nomor 14/Pid.susAnak/2015/PN.Pdg dengan perbuatan terdakwa, kedua untuk menganalisis
kesesuaian antara amar putusan hakim pada putusan Nomor 14/Pid.susAnak/2015/PN.Pdg dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode yurudif normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute opproach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder menggunakan bukubuku hukum yang ditulis oleh para ahli hukum, kamus hukum, ensiklopedia
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar undang-undang.
Kesimpulan dari permasalahan yang pertama adalah pertimbangan hakim
dalam Putusan Nomor 14/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Pdg yang menyatakan bahwa
perbuatan ajakan seorang terdakwa dan tindakan menciumi dan meremas-remas
payudara itu merupakan suatu bujuk rayu, menurut penulis itu kurang tepat.
Apabila dikaitkan dengan perbuatan terdakwa, seharusnya hakim
mempertimbangkan bahwaterdakwa Anak pernah menjanjikan kepada korban
Anak untuk dinikahi dan terdakwa Anak juga memberikan uang sebesar 50.000
terhadap korban Anak, sehingga hal tersebut lebih tepat apabila dikategorikan
dalam unsur membujuk yang ditentukan dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014. Kesimpulan permasalahan kedua adalah Amar putusan
hakim dalam Putusan Nomor 14/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Pdg yang menyatakan
terdakwa Anak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Turut serta dengan sengaja membujuk Anak melakukan persetubuhan
dengannya dan dengan orang lain” menurut penulis kurang tepat, karena
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa Anak tersebut
merupakan pelaku utama atau yang disebut dengan (pleger)/ sipembuat bukan
sebagai pelaku yang turut serta, dan yang lebih tepat dikategorikan sebagai pelaku
yang turut serta melakukan yakni saksi IV dan saksi V.
Saran dalam penulisan skripsi ini adalah hakim dalam memberikan
pertimbangan harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas, dan hakim harus
cermat dalam memutuskan suatu perkara, yakni harus berdasarkan alat bukti yang
dapat menjadikan pedoman hakim dalam memutus salah tidaknya seorang
terdakwa.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]