Pembinaan Kegiatan Keagamaan Dan Pengawasan Aliran Sesat Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia
Abstract
Kebebasan beragama merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dilindungi dan wajib dihormati antara sesama manusia karena HAM adalah hak manusia yang melekat pada diri manusia, dimana manusia telah dikaruniai hati nurani serta akal pikiran. Pada dasarnya pengakuan konstitusi telah memberikan landasan hukum bahwa kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama telah dijamin oleh konstitusi dalam mewujudkan ide-ide Ham didalamnya. Saat ini di Daerah Jawa Timur telah berlaku Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran sesat (Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012). Tujuan utama peraturan ini dibuat adalah untuk menjamin bahwa kegiatan keagamaan yang ada di Jawa Timur berjalan sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianut secara umum. Dalam pasal-pasal yang terkandung didalamnya juga menyebutkan bahwa segala kegiatan dan ajaran agama yang tidak sesuai dengan pokok ajaran agama adalah ajaran yang sesat dan wajib dipastikan kegiatan yang demikian adalah sesat. Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 juga mewajibkan agar setiap orang melaporkan kepada pemerintah jika ada kegiatan yang mengarah kepada ajaran sesat tersebut dan memberikan sanksi kepada setiap orang yang menyebarluaskannya. Kemudian ada dua lembaga yang diberi mandat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sesat, yaitu Kementerian Agama (Kemenang) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada dua permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, Pertama, apakah Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah sesuai dengan HAM, kedua, apa akibat atas diberlakukannya Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012. Tujuan dari penelitian skripsi ini yang hendak dicapai yaitu; mengetahui Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 tersebut telah menjamin HAM atau tidak, kemudian tujuan yang kedua yaitu untuk mengetahui akibat jika Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 jika masih terus diberlakukan. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan non hukum. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh hasil bahwa kebebasan menentukan dan menjalankan agama serta berkeyakinan sesuai pilihan dan hati nurani adalah suatu hak asasi manusia. Hak ini telah diakui oleh beberapa dokumen hukum nasional dan Internasional. Kebebasan beragama sendiri terdiri dari keyakinan (Forum Internum) dan ide/konsep dari keyakinan (Forum Eksternum). Kebebasan yang tidak dapat dibatasi sepenuhnya adalah forum internum karena bersentuhan langsung dengan keyakinan hati manusia. Pembatasan kebebasan beragama hanya dapat dilakukan pada forum eksternum, karena hal inilah yang berpotensi dapat bersinggungan dengan hak dan kebebasan beragama yang dimiliki oleh orang lain dan dapat menimbulkan ketertiban dan keamanan masyarakat. Kemudian telah dijelaskan pada Pasal 28J Ayat (3) UUD NRI bahwa pembatasan ini hanya boleh ditetapkan oleh Undang-Undang. Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 ini telah memberikan pembatasan kepada hak kebebasan beragama, yang mana itu artinya bahwa Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah melanggar ketentuan dari UUD NRI. Berdasarkan hasil kesimpulan bahwa Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 melanggar HAM. Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 belum menjamin HAM, karena Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah melanggar hak-hak sipil warga negara dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah membatasi hak untuk meyakini kepercayaan sebagaimana yang telah dicantumkan pada Pasal 28E UUD NRI 1945. Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 seharusnya tidak boleh membatasi karena dalam Pasal 28J Ayat (2) UUD NRI 1945 sudah disebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU, sedangkan Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 bukan merupakan UU dan tidak memiliki wewenang untuk melakukan pembatasan tersebut. Melihat bahwa Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah bertentangan dengan UU diatasanya, maka sesuai dengan kewenangannya Mahkamah Agung (MA) berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari UU alas-alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka seharusnya agar MA menyatakan Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 tidak sah/batal demi hukum. Karena Pergub Jatim Nomor 55 Tahun 2012 telah membatasi kebebasan beragama, yang mana seharusnya Pergub Jatim Nomor 12 Tahun 2012 tidak mempunyai wewenang atas pembatasan tersebut, Pergub Jatim Nomor 12 Tahun 2012 ini telah bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (3) UUD NRI 1945
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]