Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (Putusan Nomor 1089/PID.Sus/2015/PN.Jkt.Sel) the Acquittal of the Human Trafficking (Verdict of Number 1089/PID.Sus/2015/PN.Jkt.Sel)
Abstract
Perkembangan tindak pidana di Indonesia pada era reformasi telah meningkat begitu pesat dalam berbagai aspek dan bidang. Pada zaman dahulu sebuah tindak pidana hanya meliputi tindak pidana-tindak pidana tradisional seperti pencurian atau pembunuhan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, jenis-jenis tindak pidana semakin berkembang baik dari segi bentuk maupun jumlahnya. Sebut saja tindak pidana di bidang informasi dan telekomunikasi elektronik, tindak pidana di bidang kesehatan, tindak pidana di bidang korupsi dan pencucian uang, tindak pidana terorisme, serta tindak pidana perdagangan orang. Dalam rangka penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia maka dibentuklah Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Isu hukum yang dikaji penulis dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel yang Pertama yakni, apakah putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim telah sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Yang Kedua mengenai apakah pertimbangan hakim terkait pengertian korban dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai ialah untuk menganilis kesesuaian putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim dalam Putusan No 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel dikaitkan dengan fakta-fakta persidangan. Dan untuk menganalisis kesesuaian pertimbangan hakim terkait pengertian korban dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel dengan ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang. Sedangkan metode yang digunakan penulis untuk penyusunan skripsi ini ialah tipe penelitian yuridis-normatif, dengan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan, Bahan Hukum Sekunder yang digunakan berasal dari segala bentuk publikasi terkait dokumen-dokumen hukum yang ada di Indonesia dan berhubungan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Analisis Bahan Hukum yang digunakan antara lain Pertama, ialah mengidentifikasi fakta hukum dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel kemudian menetapkan isu hukumnya; Kedua, yaitu mengumpulkan bahan-bahan hukum primer maupun sekunder yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi guna mempermudah penulis mendapatkan pedoman serta wawasan dalam proses memecahkan masalah; Ketiga, yakni mengkaji isu hukum yang dihadapi dengan menganalisis kesesuaiannya dengan dakwaan, fakta-fakta persidangan serta pertimbangan hakim yang diambil di dalam persidangan; Keempat, yaitu menarik kesimpulan untuk menjawab isu hukum. Dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang relevan dengan isu hukum yang ada, maka
penulis dapat menarik sebuah kesimpulan guna menjawab isu hukum yang diajukan; Kelima, ialah pemberian preskripsi dalam penelitian hukum yang merupakan hal yang sangat esensial.
Berdasarkan pembahasan yang ada, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, Pertama, Putusan bebas dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan karena berdasarkan hasil pemeriksaan alat bukti di persidangan yakni keterangan saksi yang menerangkan adanya unsur ekspolitasi yang dialkukan terdakwa dan keterangan ahli yang menerangkan bahwa korban Tindak Pidana Perdagangan Orang hanya Wanita dan Anak di Bawah Umur sehingga keterangan ahli tersebut menyebabkan kedua terdakwa dijatuhi putusan bebas. Kedua, Pertimbangan hakim terkait pengertian korban dalam Putusan No. 1089/Pid.Sus/2015/PN.Jkt.Sel tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang karena berdasarkan isi Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dapat dikategorikan sebagai korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan secara fisik, mental, seksual, ekonomi, dan/atau sosial yang diakibatkan oleh Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Saran yang terdapat dalam skripsi ini yaitu Pertama, seorang hakim dalam memberikan putusan dan juga sebagai salah satu penegak hukum dan keadilan dapat memberikan putusan yang sebaik-baiknya bagi para pihak yang sedang berperkara. Kedua, hakim sebagai salah satu penegak hukum di dalam masyarakat diharapkan dapat terus memberikan suatu jalinan kerja sama dengan masyarakat dalam upaya memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang sebab dalam upaya memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang, diperlukan sinergi antara masyarakat, aparat penegak hukum, dan negara.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]