Show simple item record

dc.contributor.advisorWidiyanti, Ikarini Dani
dc.contributor.advisorTektona, Rahmadi Indra
dc.contributor.authorAGUSTIN, Chicha Cholifah
dc.date.accessioned2019-08-08T08:49:07Z
dc.date.available2019-08-08T08:49:07Z
dc.date.issued2019-08-08
dc.identifier.nimNIM150710101383
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91574
dc.description.abstractDi Indonesia hukum perkawinan diatur di dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu tujuan perkawinan ialah untuk memperoleh keturunan atau anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga segala hak yang melekat pada anak harus dipenuhi tanpa harus meminta. Perkembangan dari budaya barat pada era modern membuat dampak yang besar bagi perkembangan budaya di Indonesia, selain dampak positif ada dampak negatif yang juga ikut masuk ke Indonesia. Salah satunya ialah pergaulan bebas yang mengakibatkan lahirnya seorang anak diluar perkawinan, akibatnya menimbulkan dampak tentang status dan kedudukan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Pada pasal 43 ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa anak luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dari ibu dan saudara ibunya saja. Anak luar kawin tidak bisa mendapatkan hak-haknya dari ayah biologisnya, membuat kerugian tersendiri. Hak yang paling dibutuhkan anak yaitu hak nafkah, hak tersebut sangatlah penting untuk kelangsungan hidup anak. Setelah adanya putusan MK No.46/PUUVII/2010 hak anak luar kawin mulai diperhatikan oleh hukum. Menurut putusan MK tersebut, anak luar kawin memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya namun harus terdapat adanya bukti berdasarkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi bahwa lelaki tersebut adalah ayah biologisnya. Persyaratan tersebut membuat langkah anak luar kawin semakin panjang untuk mendapatkan hak nafkah dari ayah biologisnya. Pasca putusan MK No.46/PUU-VIII/2010 belum ada peraturan lanjutan yang mengatur secara khusus tentang anak luar kawin, baik kedudukannya maupun akibat hukum bagi ayah biologis untuk menafkahi anak luar kawinnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, menimbulkan adanya permasalahan yang timbul yaitu Pertama, Apakah anak luar kawin mempunyai kedudukan hukum untuk meminta hak nafkah dari ayah biologis yang tidak mengakuinya setelah adanya putusan MK No.46/PUU-VIII/2010. Kedua, Apa akibat hukum dari ayah biologis yang tidak memberikan nafkah kepada anak luar kawin tersebut. Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk memenuhi dan melengkapi tugas akhir sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh diperkuliahan dengan kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries150710101383;
dc.subjecthak nafkah dari ayah biologisen_US
dc.subjecttes DNAen_US
dc.titleKedudukan Hukum Anak Luar Kawin Terhadap Hak Nafkah Dari Ayah Biologis Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record