Show simple item record

dc.contributor.advisorSamsudi
dc.contributor.authorWULANDARI, Meilinda
dc.date.accessioned2019-06-12T07:46:56Z
dc.date.available2019-06-12T07:46:56Z
dc.date.issued2019-06-12
dc.identifier.nim110710101110
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91231
dc.description.abstractPerjanjian sewa menyewa adalah sebuah perjanjian yang sangat lazim dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti perjanjian sewa menyewa tanah, bangunan maupun perjanjian sewa barang. Perjanjian ini umumnya melibatkan sedikitnya dua pihak disertai adanya hak dan kewajiban serta adanya batas waktu berakhirnya perjanjian tersebut. Dari sedikit uraian diatas penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi berjudul “ Penyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa Menyewa Tanpa Batas Waktu (studi putusan MA RI Nomor 371. PK/Pdt/2017)”. Rumusan masalah meliputi dua hal yaitu akibat hukum perjanjian sewa menyewa tanpa ada batas waktu bagi para pihak dan kesesuaian dasar pertimbangan atau ratio decidendi hakim pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 371 PK/Pdt/2017 dengan hukum perjanjian yang ada di Indonesia. Tujuan yang ingin diperoleh ialah tujuan umum berupa melengkapi tugas akhir dan persyaratan akademik guna mencapai gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Universitas Jember dan sebagai salah satu sarana pengembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu hukum yang telah di dapat selama masa perkuliahan serta fakta yang terdapat di masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat kepada para pihak yang memiliki kepentingan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, serta tujuan khusus berupa Mengetahui dan memahami akibat hukum yang akan terjadi pada suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya ketetapan waktu dan mengetahui dan memahami kesesuaian dasar pertimbangan hakim pada putusan MA RI Nomor 371. PK/Pdt/2017 dengan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia. Metode penulisan pada karya ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk mengkaji berbagai macam aturan dan kaidah hukum yang bersifat formil seperti Undang-undang, perundang-undangan, paraturanperaturan serta literatur yang berisi konsep teoritis yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundaang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bahan hukum yang digunakan penulis adalah bahan hukum primer berupa Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 371.PK/Pdt/2017 dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum yang ditulis para ahli hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, komentar undang-undang dan komentar putusan pengadilan, dan lain sebagainya. Isu hukum yang penulis bahas dalam skripsi ini yaitu mengenai akibat hukum perjanjian sewa menyewa yang tidak menyertakan batas waktu berakhirnya perjanjian tersebut dan mengenai kesesuaian dasar pertimbangan hakim atas putusan Mahkmah Agung Republik Indonesia Nomor 371.PK/Pdt/2017 dengan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia. Perjanjian merupakan persetujuan secara tertulis atau lisan yang dibuat dua pihak atau lebih dimana masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu sebagai kesepakatan bersama. Pasal 1313 Kitab Undangundang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Jenis-jenis perjanjian yaitu a.) perjanjian menurut sumbernya, b.) perjanjian menurut namanya, c.) perjanjian timbal balik, d.) perjanjian Cuma- Cuma atas beban, e.) perjanjian berdasarkan sifatnya, f.) perjanjian pokok dan tambahan, dan g.) perjanjian berdasarkan aspek larangannya. Adapun syarat terjadinya suatu perjanjian adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam perjanjian juga memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam hal perjanjian juga mengatur tentang berkahirnya suatu perjanjian. Sebuah perjanjian umumnya dilaksanakan oleh dua orang atau lebih, yang saling mengikatkan diri atas suatu janji yang disepakati pada suatu objek. Pada teorinya sebuah perjanjian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara lisan dan secara tertulis. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 segala perjanjian yang dilakukan tanpa batas waktu yang jelas telah dihapus 3 tahun sejak undang-undang ini berlaku. Pertimbangan hakim yang telah di putus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 371.PK/Pdt/2017 yaitu telah menolak permohonan peninjauan kembali pihak pemohon karena tidak ditemukannya kelalaian hakim seperti yang telah disebutkan dalam permohonan peninjauan kembali oleh pihak pemohon, sehingga hakim menolak permohonan peninjauan kembali dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara. Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah akibat hukum dari perjanjian yang tidak memiliki batas waktu yang jelas bagi para pihak adalah para pihak tidak dapat menentukan batas waktu yang jelas, sehingga seringkali terjadi suatu kerancuan dalam menentukan batas waktu. Namun, semenjak di undangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan PP Nomor 44 Tahun 1994 yang telah menghapus ketentuan mengenai perjanjian sewa menyewa tanpa batas waktu. Ratio decidendi hakim pada putusan Nomor 371.PK/Pdt/2017 adalah menolak permohonan Pemohon untuk melakukan Peninjauan Kembali karena putusan hakim dalam tingkat Kasasi dengan putusan Nomor 2409/K/Pdt/2015 tanggal 19 Januari 2016 telah benar dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Adapun saran yang ingin disampaikan penulis adalah Kepada para pihak ketika akan melakukan suatu perjanjian sewa menyewa, hendaknya mengatur dengan jelas hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa itu sendiri. Mislanya, mengenai benda yang menjadi obyek sewa, ketentuan pembayaran uang sewa, batas waktu perjanjian sewa menyewa dan hal-hal lain yang menjadi kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian sewa menyewa. Para pihak yang melakukan perjanjian sewa menyewa harus memiliki itikad baik, agar setiap permasalahan yang timbul didalam perjanjian sewa menyewa dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa aikan dengan cara kekeluargaan tanpa harus dibawa ke muka pengadilanen_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSengketa Perjanjianen_US
dc.subjectSewa menyewaen_US
dc.titlePenyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa Menyewa Tanpa Batas Waktu (Studi Putusan MA RI Nomor 371.PK/Pdt/2017)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record